Minggu, 27 Mei 2012

KLOMIFEN SITRAT SEBAGAI AGEN ANTI INFERTILITAS


INFERTILITAS adalah keadaan dimana pasangan usia subur kesulitan untuk memperoleh keturunan. Infertilitas tidak sama dengan kemandulan. Pasangan suami istri dikategorikan mengalami infertilitas bila pasangan tersebut tidak juga mengalami pembuahan meski telah melakukan hubungan seksual secara teratur, tanpa kontrasepsi selama lebih dari setahun. Sedangkan kemandulan atau sterilitas adalah keadaan dimana seseorang perempuan telah mengalami pengangkatan rahim, atau pada seorang laki-laki yang telah dikebiri (dikastrasi)

Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya infertlitas. Kasus infertil dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan. Dan sebagaimana kasus kesehatan lainnya, infertilitas juga memerlukan upaya terapi.

Klomifen merupakan salah satu senyawa aktif yang umum digunakan dalam pengobatan infertilitas baik pada laki-laki maupun perempuan. Klomifen yang tersedia dipasaran adalah tablet klomifen sitrat dengan kekuatan sediaan 50 mg. Klomifen merupakan senyawa non steroid yang memiliki sifat estrogenik dan antiestrogenik sekaligus yang digunakan untuk menginduksi ovulasi pada wanita anovulasi.

Biasanya klomifen digunakanuntuk penanganan kasus infertil pada wanita. Selain itu, klomifen juga digunakan pada kondisi abnormalitas menstruasi, ginekomastia, penyakit fibrokistik payudara, oligospermia, laktasi persisten, hiperplasia endometrial, anaplasia endometrial, regulasi siklus menstruasi pada pasien yang menggunakan kontrasepsi kalender.

Klomifen pada kasus infertil diberikan dengan dosis 2 kali sehari 50 mg atau 100 mg perhari selama 5 hari dimulai pada hari ke 5 dari siklus menstruasi. Dan sebaiknya diawali dengan dosis inisiasi sebesar 50 mg perhari selama 5 hari pada bulan pertama terapi.

Klomifen merupakan antagonis estrogen yang digunakan untuk terapi infertilitas pada wanita yang mengalami anovulasi. Klomifen sitrat merupakan campuran rasemat dari cis-klomifen dan trans-klomifen yang dapat bersifat sebagai agonis maupun antagonis estrogen. Penggunaan klomifen dalam ismer tunggalnya belum diuji. Klomifen meningkatkan sekresi gonadotropin dan merangsang terjadinya ovulasi. Peningkatannya sebanding dengan pulse LH dan FSH tanpa perubahan pulse frekuensi.

Mekanisme kerja klomifen adalah dengan merangsang terjadinya ovulasi pada wanita yang mengalami oligomenorhea atau amenorrhea dan disfungsi ovulasi. Klomifen berperan memblok penghambat estrogen pada hipotalamus yang menyebabkan pematangan gonadotropin dan akhirnya menyebabkan terjadinya ovulasi.

Terapi dengan klomifen ini mungkin tidak langsung berhasil dalam sekali siklus, namun pemberian klomifen lebih dari 6 siklus sangat tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan resiko kanker ovarium.

Selama terapi kesuburan dengan menggunakan klomifen ini perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya reaksi obat merugikan dari klomifen, yang umumnya bertalian lansung dengan frekuensi dan dosis pemakaiannya. Dimana reaksi obat merugikan akan lebih potensial terjadi pada pasien yang menerima terapi klomifen dalam frekuensi dan dosis besar.

Reaksi obat merugikan yang sering terjadi antara lain:

  1. Pembesaran ovarium. Hal ini jarang terjadi pada dosis yang dianjurkan. 
  2. Pembentuka kista
  3. Gejala-gejala vasomotor seperti rasa panas saat berkedip
Pembesaran ovarium dan pembentukan kista dapat terjadi lebih sering dan fase luteal siklus menstruasi dapat berkepanjangan pada pasien yang menerima dosis lebih tinggi dan dapat pula mengakibatkan respon yang berkepanjangan. Jika pembesaran ovarium yang abnormal terjadi selama terapi, maka terapi klomifen ini harus dihentikan. Pembesaran maksimum ovarium dapat terjadi sampai beberapa hari setelah terapi klomifen dihentikan, walaupun biasanya pembesaran ovarium dan pembentukan kista akan menyusut secara spontan setelah terapi klomifen dihentikan. Kecuali jika ada indikasi kuat untuk laparatomi, umumnya pasien dengan pembesaran ovarium atau pembentukan kista memerlukan terapi pembedahan ini.

Reaksi obat merugikan lain yang sering terjadi selama penggunaan klomifen antara lain: rasa tidak nyaman pada pelvis, gangguan penglihatn, mual, muntah, peningkatan volume dan frekuensi urinari.

Sehubungan dengan reaksi merugikan klomifen, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:
  1. Klomifen tidak boleh digunakan pada pasien yang telah terbukti atau ditengarai mengidap kista
  2. Pasien harus mewaspadai tanda-tanda dan gejala stimulasi terhadap ovarium yang berlebihan, seperti nyeri pelvis selama terapi klomifen
  3. Pasien harus menghindari kegiatan yang memerlukan koordinasi fisik dan kesiagaan mental seperti menjalankan mesin atau mengendarai kendaraan bermotor.
  4. Jika gangguan penglihatan terjadi selama terapi klomifen, maka terapi harus dihentikan dan dilakukan pemeriksaan opthalmologi
  5. Klomifen dikontraindikasikan pada pasien yang menderita penyakit hati atau ada riwayat penyakit hati