Sabtu, 26 Mei 2012

PENGOBATAN RASIONAL


Pengobatan merupakan serangkaian kegiatan untuk mendapatkan kesembuhan. Dalam pengobatan ini selain penderita atau pasien, pengobatan juga melibatkan beberapa profesional kesehatan yang utama seperti dokter dan apoteker, dan dalam beberapa kasus profesional kesehatan lainnya juga turut terlibat seperti laboratoris, radiologis, dan nutrisionis.

Upaya pengobatan adalah segala tindakan medik yang dilakukan untuk meringankan beban penderitaan pasien, yang tak terbatas hanya pada pemberian obat. Dalam pengobatan yang rasional, pengobatan harus sesuai dengan kondisi pasien, selanjutnya pasien melakukan pengobatan sesuai petunjuk dan anjuran dokter.

Proses pengobatan meliputi:

Anamnesis

Anamnesis merupakan keluhan-keluhan yang dialami pasien yang disampaikan kepada dokter. Anamnesis bertujuan untuk memberikan informasi pada dokter tentang penyakit pasien yang memerlukan banyak pengetahuan mengenai penyakit, patofisiologi, serta cara penularannya. Dalam anamnesis dokter mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:

  1. Keluhan pasien
  2. Riwayat penyakit dan lamanya sakit
  3. Sifat penyakit, apakah akut, kronis atau kambuhan
  4. Upaya pengobatan yang telah dilakukan
  5. Obat apa saja yang telah dikonsumsi
  6. Faktor pencetus/penyebab, resikonya dan atau sumber penularannya
  7. Riwayat keluarga, adakah keluarga pasien yang mengalami sakit serupa

Pemeriksaan

Pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien meliputi:
  1. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan fisik meliputi tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi dan pernafasan (respirasi). Pemeriksaan keluhan demam, batuk dan pilek dengan melihat dinding faring, palpasi dan perkusi dinding dada serta auskultasi, frekuensi nafas dan suhu.
  2. Pemeriksaan laboratorium, dalam penentuan suatu diagnosa dokter sering kali memerlukan data laboraorium baik sampel darah, sputum, feses maupun urin. Seperti pada penentuan diagnosa anemia, diabetes atau pun hepatitis.
  3. Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan ini dapat berupa pemeriksaan radiologis seperti foto thoraks dalam mendeteksi tuberculosis (TB) dan pembengkakan jantung.

Penegakan Diagnosa

Penegakan diagnosa merupakan kesimpulan terhadap hasil pemeriksaan anamnesis maupun klinis. Diagnosa dapat bersifat pasti maupun masih berupa kemungkinan (suspek). Penetapan diagnosa akan sangat menentukan keputusan intervensi terapi terhadap pasien. Sehingga penegakan diagnosa yang salah akan sangat beresiko pada terjadinya pengobatan yang salah pula.

Pemilihan Intervensi Pengobatan

Setelah dokter mentukan diagnosa pasien, langkah berikutnya dalam pengobatan adalah menentukan pilihan intervensi pengobatan/terapi bagi pasien tersebut. Intervensi terapi dapat berupa intervensi dengan obat, atau intervensi tanpa obat, atau kombinasi keduanya.
  • Intervensi dengan obat (terapi farmakologis), dalam intervensi ini dokter dapat memberikan terapi dengan meresepkan berbagai sediaan farmasi baik sediaan oral, topikal maupun parenteral. Dalam terapi obat oral dan topikal, terapi ini akan melalui tahapan:
  • Peresepan, meliputi: pemilihan jenis obat, dosis, cara dan lama pemakaian; informasi dan edukasi kepada pasien; permintaan dokter kepada apoteker untuk menyediakan obat. Dalam penulisan resep dokter dihadapkan pada kenyataan yang berpotensi pada tidak rasionalnya pengobatan seperti: pengetahuan medik dan tekanan/permintaan pasien yang sering berdampak pada ketidakpuasan pasien, keyakinan dokter tentang suatu obat, sebagai pengaruh medico-industry, kebutuhan dan ketersediaan obat
  • Penyediaan Obat, penyediaan obat jadi maupun racikan yang sesuai dengan standar prosedur yang telah ditentukan secara lege artis.
  • Penyerahan Obat kepada Pasien. Dalam penyerahan obat kepada pasien, Apoteker selaku pihak yang berwenang menyerahkan obat pada pasien harus memastikan obat yang diserahkan sesuai resep dan dilengkapi dengan informasi yang benar. Penyerahan obat yang tepat harus dijamin dari sejak penyiapan, peracikan, pengemasan, pencantumnan label dan petunjuk pemakaian obat tersebut.
  • Pemakaian obat oleh pasien. Pemahaman dan ketaatan pasien sangat mempengaruhi keberhasilan terapi. Ketidakpatuhan pasien dapat menimbulkan efek samping, retensi kuman, efek yang tidak diharapkan dan kegagalan terapi.
Sedangkan dalam pemberian obat parenteral (injeksi) harus didasarkan pada pertimbangan:
  • Perlu efek obat yang cepat, misal pada penanganan syok anafikatik
  • Kondisi pasien tidak mungkin menerima obat oral
  • Obat tidak diabsorbsi, misalnya injeksi prokain penisilin
  • Dilakukan secara benar, ole pihak yang berwenang dan berhak
  • Mutu alat suntik dan proses sterilisasinya
  • Mutu obat suntiknya, ketersediaan alat suntik dan perlengkapan penunjang seperti kapas dan alkohol
Kebiasaan yang keliru dalam pemberian obat suntik:
  • Memberikan obat suntik tanpa indikasi, yang hanya bertujuan untuk memuaskan pasien
  • Dosis tidak tepat, satu spuit terdiri dari dua obat atau lebih
  • Satu jarum suntik yang digunakan untuk banyak pasien tanpa proses sterilisasi terlebih dahulu
  • Spooling jarum suntik dengan aquadest tidak sama dengan sterilisasi


  • Intervensi Tanpa Obat (Terapi Non Farmakolgis). Terapi suatu penyakit tidak selalu harus dengan konsumsi obat-obatan, namun dapat juga berupa tindakan lainnya. Terapi non farmakologis ini dapat berupa anjuran peningkatan mutu gizi, anjuran menghentikan kebiasaan merokok dan atau minum alkohol, ataupun anjuran olahraga dan melakukan diet tententu.
  • Intervensi Gabungan (Terapi Farmakologi dan Non Farmakologi), misal pada penanganan pasien diabetes, selain pasien menerima terapi obat, pasien juga harus menjaga pola makan dan mengaktifkan kegiatan olahraga.
Pemilihan Obat

Dalam pemilihan obat perlu dipertimbangkan:
  1. Efek terapi yang diperlukan
  2. Kelas terapi yang sebaiknya diberikan
  3. Pertimbangan manfaat dan resiko sesuai dengan kondisi pasien
  4. Keamanan obat (efek samping, kontraindikasi)
  5. Harga obat dan biaya pengobatan
Penentuan Dosis, Cara dan Lama Pemberian

Beberapa kondisi pasien memerlukan dosis individual. Cara pemberian obat yang sederhana akan lebih menjamin ketaatan pasien. Lama pemberian dan waktu konsumsi obat yang tepat juga harus diperhatikan.

Penulisan Resep

Penulisan resep merupakan hasil keputusan terapi yang dituangkan dalam bentuk permintaan obat kepada apoteker. Resep harus ditulis dengan baik dan mudah dibaca sehingga akan mencegah kesalahan interpretasi resep tersebut oleh apoteker.

Pemberian Informasi

Pasien harus menerima informasi dan edukasi mengenai:
  1. Keadaan penyakitnya
  2. Cara mencegah dan mengatasi penyakit tersebut
  3. Cara penggunaan obat
  4. Waktu/lama pemakaian obat
  5. Efek samping obat, dan apa yang harus dilakukan bila terjadi efek samping yang berbahaya
  6. Bahayanya bahan kimia yang tidak perlu
  7. Bersabar menunggu kesembuhan merupakan cara yang lebih aman
Tindak Lanjut Pengobatan

Tindak lanjut pengobatan meliputi:
  1. Apakah obat tersebut memberi efek terapi seperti yang diharapkan?, jika iya, kapan terapi harus dihentikan; jika tidak, penggunaan obat dihentikan, diganti dengan obat lain, dilakukan pemeriksaan ulang, atau dilakukan perujukan pasien pada sarana kesehatan yang lebih baik.
  2. Apakah timbul efek samping atau efek lain yang tidak diharapkan?, jika iya, hentikan pemakaian obat, minum antidotum, dan ganti dengan obat lain.

Dalam satu rangkaian pengobatan, sedapat mungkin pasien menerima pengobatan yang rasional. Dalam pengobatan yang rasional juga terkandung pengertian penggunaan obat yang rasional. Menurut WHO, penggunaan obat yang rasional akan memenuhi kriteria berikut:
  1. Sesuai dengan indikasi penyakit
  2. Obat tersedia dengan harga yang terjangkau
  3. Diberikan dalam dosis yang tepat
  4. Cara pemberian yang tepat dengan interval waktu yang tepat pula
  5. Lama pemberian obat yang tepat
  6. Obat yang efektif dengan mutu terjamin dan aman
Pengobatan rasional ini kemudian terkenal dengan slogan 4T dan ETMA, yaitu:
  1. Tepat indikasi-diagnosis
  2. Tepat dosis
  3. Tepat cara dan interval pemberian
  4. Tepat lama pemberian
  5. ETMA (Efektif, Terjangkau, Mutu terjamin dan Aman)
Istilah rasional dalam pengobatan adalah pengobatan yang dilakukan secara tepat termasuk terhadap pasien:
  1. Tepat penilaian kondisi pasien
  2. Tepat informasi
  3. tepat tindak lanjut

Pengobatan yang tidak rasional dapat dinilai dari gejala ketidakrasionalan pemakaian obat maupun gejala yang dtimbulkan akibat pengobatan tersebut. Gejala ketidakrasionalan dapat berupa:
  1. Peresepan berlebihan (over prescribing)
  2. Peresepan yang kurang (under prescribing)
  3. Peresepan yang salah atau tidak tepat (incorect prescribing)
  4. Peresepan yang boros (extravagant prescribing)
  5. Peresepan banyak jenis (multiple prescribing)
Penggunaan obat yang tidak rasional dalam kehidupan sehari-hari dapat berupa:
  1. Pemberian obat bagi penderita yang tidak memerlukan obat (obat tanpa indikasi)
  2. Pemakaian obat yang tidak sesuai indikasi penyakit
  3. Pemakaian obat yang tidak sesuai anjuran
  4. Obat dengan toksisitas tinggi sementara obat lain yang lebih aman tidak digunakan
  5. Pemakaian obat dengan harga mahal
  6. Obat yang belum secara ilmiah terbukti manfaat dan keamanannya
  7. Pemakaian obat yang jelas-jelas mempengaruhi kebiasaan atau persepsi keliru dari masyarakat terhadap pengobatan
Dampak penggunaan obat yang tidak rasional:
  • Dampak terhadap mutu pengobatan dan pelayanan, secara langsung maupun tidak penggunaan obat yang tidak rasional akan menghambat penurunan angka morbiditas dan mortalitas.
  • Dampak terhadap biaya pengobatan, pengobatan yang tidak rasional berarti pemborosan.
  • Dampak terhadap kemungkinan efek samping dan efek yang tidak diharapkan seperti resiko efek samping yang meningkat, terjadinya resistensi kuman, dan resiko penularan suatu penyakit.
  • Dampak psikososial, sebagian pasien akan memandang bahwa pengobatan akan efektif bila diberi obat suntik, pemberian oralit dianggap bukan obat, dan pandangan bahwa perbaikan gizi hanya bisa dilakukan dengan pemberian vitamin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan obat yang tidak rasional:
  1. Pembuat resep (dokter), dokter yang kurang pengetahuan, ketrampilan dan tidak percaya diri, pengalaman praktek sehari-hari yang keliru, aktivitas promosi yang bias dari industri farmasi, tekanan permintaan dari pasien, generalisasi pengobatan penyakit, waktu diagnosa yang terbatas.
  2. Pasien/masyarakat; ketidaktahuan terapi pengobatan, pengalaman sebelumnya yang salah (misalnya, pasien yang pernah mengalami diare dan sembuh setelah disuntik maka saat diare lagi maka pasien pun minta disuntik)
  3. Sistem perencanaan dan pengelolaan obat
  4. Kebijaksanaan obat dan pelayanan kesehatan
  5. Lain-lain misalnya informasi dan iklan obat, persaingan praktek dan memberikan pengobatan yang sesuai dengan permintaan pasien.