Minggu, 27 Mei 2012

PENGGUNAAN BROMOKRIPTIN PADA KASUS-KASUS INFERTILITAS PADA WANITA



Bromokriptin adalah sebuah agonis dopamin derivat ergolin yang secara farmakologis digunakan dalam terapi tumor pituitari, penyakit parkinsons, hiperprolaktinemia, sindrome neuroleptik malignant, dan diabetes mellitus tipe 2. Dalam dunia medis penggunaan bromokriptin secara lebih luas diindikasikan untuk amenorrhea, infertilitas pada wanita, galaktorrhea, hipogonadism, dan akromegali yang disebabkan gangguan pada pituitari seperti hiperprolaktinemia. Dan sebagai indikasi off-label, bromokriptine juga digunakan dalam penanganan overdosis kokain. 

Rumus Struktur bromokriptin mesilat.

Pada kasus infertilitas wanita, penggunaan bromokriptin berhubungan dengan keadaan hiperprolaktinemia yang disebabkan oleh gangguan pada kelenjar pituitari. Hiperprolaktinemia adalah keadaan dimana kadar prolaktin serum lebih dari 120 mcg/L. Hiperprolaktinemia memberikan dampak yang berarti pada sulitnya seorang perempuan mendapatkan kehamilan. Prolaktin adalah suatu sekret yang disekresikan oleh kelenjar pituitari anterior. Konsentrasi prolaktin dalam serum mencapai puncaknya pada saat tidur. Pengaturan sekresi prolaktin terjadi melalui efek penghambatan tonus pada hipotalamus oleh dopamin. Selama kehamilan, kadar prolaktin serum akan meningkat diatas normal. Sehingga pada wanita yang mengalami hiperprolaktinemia, akan susah mendapatkan kehamilan karena tingginya prolaktin serum mengesankan seseorang tersebut hamil.

Hiperprolaktinemia dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain: tumor kelenjar pituitari pensekresi prolaktin (prolaktinoma), dapat juga disebabkan oleh induksi berbagai jenis obat. Prolaktinoma dibedakan berdasarkan ukurannya menjadi:
  1. Mikroadenoma yang berukuran kurang dari 10 mm dan umumnya ukuran tersebut tidak bertambah
  2. Makroadenoma berukuran diameter lebih dari 10 mm terus tumbuh membesar dan dapat menginvasi bagian lain disekitarnya.
Obat-obatan yang dapat menginduksi terjadinya hiperprolaktinemia adalah:
  1. Antagonis dopamin seperti antipsikotik, fenitiazin, metoklopramid, domperidon
  2. Golongan obat-obatan yang menstimulasi pembentukan prolaktin seperti: metildopa, reserpin, estrogen 
  3. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs), 
  4. Benzodiazepin, 
  5. Antidepresan trisiklik
  6. Antidepresan monoamin oksidase inhibitor (MAOI)
  7. Progestin
  8. Dexflenfluramin
  9. Antagonis reseptor H2
  10. Opioid
Hiperprolaktinemia sering terjadi pada wanita, dan beberapa kasus terjadi pada laki-laki. Pada wanita hiperprolaktinemia dapat menyebabkan terjadinya oligomenorrhea, amenorrhea, galaktomenorrhea, infertilitas, penurunan libido, hirsuitisme dan timbulnya jerawat. Sedangkan pada laki-laki hiperprolaktinemia dapat menyebabkan penurunan libido, disfungsi ereksi, infertilitas, penurunan masa otot, galaktorrhea, dan ginekomastia.

Terapi hiperprolaktinemia yang disebabkan oleh obat-obatan dapat dilakukan dengan menghentikan penggunaan obat penginduksi. Sedangkan pada kasus lain, diperlukan adanya tindakan terapi farmakologi diantaranya dengan penggunaannya bromokriptin.

Bromokriptin adalah agonis reseptor D2 pertama yang digunakan dalam penanganan kasus hiperprolaktinemia. Bromokriptin telah terbukti efektif menormalkan kadar prolaktin serum, menormalkan menstruasi, dan mengurangi ukuran tumor 80-90% pada pasien setelah mengalami terapi 3-6 bulan. Bromokriptin menghambat pelepasan prolaktin dengan menstimulasi reseptor dopamin pasca sinaps di hipotalamus secara langsung. Hipotalamus melepaskan dopamin, yang merupakan hormon yang menginhibisi pelepasan prolaktin, sehingga pelepasan prolaktin terhambat. Penurunan kadar prolaktin serum akan akan terjadi setelah pemberian bromokriptin peroral, efek supresi maksimum terjadi setelah 8 jam dan bertahan hingga 24 jam. Dosisi inisiasi dapat dimulai dari 1,25-2,5 mg, sekali perhari pada saat menjelang tidur untuk meminimalkan efek merugikannya. Dosis dapat ditingkatkan bertahap setiap minggu sebesar 1,25 mg hingga diperoleh respon terapi yang diinginkan. Dosis terapi yang umumnya berkisar antara 2,5-15 mg perhari dalam dosis terbagi 2 atau 3. Meski pada beberapa orang dosis terapi dapat mencapai 40 mg perhari.

Namun, dalam kenyataan dokter jarang memberikan dosis inisiasi. Dalam hal ini dokter mungkin telah berpengalaman terhadap pasien-pasien sebelumnya, dimana pasien langsung menerima bromokriptin pada dosis terapi tanpa menimbulkan keluhan efek yang merugikan. Kendati demikian, apoteker sebaiknya mewaspadai kemungkinan adanya efek samping. Efek samping yang mungkin terjadi pada pemberian bromokriptin antara lain sakit kepala, pusing, mual, hipersensitif terhadap cahaya, dan gangguan saluran pencernaan. Bromokriptin sebaiknya diminum setelah makan.

Saat awal penggunaan bromokriptin apoteker sebaiknya menyarankan agar pasien memantau tekanan darahnya, atau setidaknya dengan mewaspadai gejala-gejala tekanan darah rendah (hipotensi). Bromokriptin berpotensi menyebabkan reaksi hipotensi pada beberapa hari pertama penggunaanya.

Pemberian bromokriptin bersama asam folat dalam terapi infertilitas dapat dibenarkan. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan proses kehamilan. Asam folat telah terbukti mampu menurunkan defek tuba neural yang dapat mengakibatkan terjadinya abortus spontan. Karena tuba neural tertutup selama 4 minggu pertama kehamilan, dimana umumnya kehamilan belum dapat diketahui, sehingga memberikan makanan kaya akan asam folat atau suplemen asam folat saat merencankan kehamilan sangat penting.

Penggunaan bersama bromokriptin dan asam folat relatif aman sebagai upaya mempersiapkan kehamilan. Tanpa adanya interaksi, hanya saja perlu dipertimbangkan kemungkinan untuk menghentikan bromokriptin setelah terjadinya kehamilan. Meski bromokriptin tidak terbukti teratogenik, namun efek paparannya pada uterus belum diketahui.

Pada saat penyerahan bromokriptin, apoteker harus menanyakan kemungkinan obat-obat lain yang mungkin dikonsumsi oleh pasien untuk memastikan tidak terjadinya interaksi yang merugikan selama penggunaan bromokriptin. Bromokriptin akan berinteraksi dan menyebabkan peningkatan toksisitas bromokriptin jika digunakan bersama dengan:
  • Alkohol
  • Antipsikotik
  • Domperidon
  • Eritromisin
  • Makrolida
  • Metoklopramid
  • Oktreotid
  • Phenilpropanolamin
Sedangkan penggunaan bersama bromokriptin dengan memantin dan metildopa dapat menyebabkan penurunan efek bromokriptin.

Kepada pasien juga harus diinformasikan tentang cara penyimpanan bromokriptin yang baik. Bromokriptin sangat peka terhadap cahaya, meski umumnya kemasan bromokriptin sudah cukup nelindungi, namun sedapat mungkin sediaan bromokriptin disimpan pada tempat yang terhindar dari paparan cahaya langsung.