Rabu, 08 Agustus 2012

MEKANISME EFEK SAMPING STATIN



Obat golongan penghambat 3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A reduktase (HMG CoA reductase), atau statin merupakan obat penurun lipid andalan karena khasiatnya yang mapan dalam mengurangi resiko morbiditas penyakit kardiovaskular. Secara umum, terapi statin dianggap aman karena efek samping merugikan berat yang jarang terjadi. Kendati demikian pada beberapa kasus pasien mungkin akan mengalami intoleransi terhadap statin. Secara khusus, statin menginduksi terjadinya miopati, yang merupakan salah satu efek samping yang paling merugikan pada penggunaan statin. Selain ini adanya peningkatan aminotransferase serum, dianggap sebagai manivestasi adanya toksisitas hati.

Pada dasarnya efek samping merugikan statin dapat dihentikan dengan penghentian penggunaan obat statin tersebut. Namun sebagian pasien menolak terapi dengan statin karena adanya kekhawatiran adanya toksisitas hati dan otot. Hal ini menjadi hambatan untuk mengurangi resiko penyakit kardiovaskular pada pasien dengan hiperlipidemia. Tulisan ini akan lebih mengulas tentang efek samping statin terhadap toksisitas hati dan otot akibat penggunaan statin.

ASPEK KLINIS DAN MEKANISME STATIN YANG BERHUBUNGAN DENGAN EFEK MERUGIKAN

Beberapa studi telah mengevaluasi beberapa kejadian yang merugikan selama terapi dengan statin. Dalam meta-analisis terhadap lebih dari 70.000 subjek pada 13 uji plasebo terkontrol pencegahan primer dan sekunder, diektahui bahwa dari setiap 1000 terapi pencegahan dengan menggunakan statin akan ada 37 pencegahan terhadap penyakit kardiovaskular dan menyebabkan 5 efek samping merugikan. Dalam analisis ini, efek samping yang serius seperti kreatinin kinase (CK) 10 kali batas atas normal, atau rhabdomyolisis jarang terjadi dan memiliki NNH sebesar 3.400. Selain itu, rhabdomyolisis sendiri sudah sangat jarang terjadi (NNH 7.428). Diantara statin sendiri fluvastatin paling rendah khasiatnya, memiliki tingkat efek samping yang rendah. Atorvastatin paling berkhasiat dengan resiko efek samping paling besar. Simvastatin, pravastatin, lovastatin dan pravastatin memiliki tingkat efek samping yang sama. Dalam sebuah studi lain menyebutkan bahwa insiden miopati dan nyeri otot ringan adalah sebesar 195 kasus dari 100.000 kasus. Namun harus diperhatikan bahwa dalam praktek klinis dimasyarakat kejadian efek merugikan sering lebih besar dari yang pernah dilaporkan, hal ini mungkin disebabkan bahwa dalam sebuah pengujian, pasien yang cenderung akan mengalami efek samping tersebut, maka subjek dikeluarkan dari randomisasi.

Data FDA hingga tahun 2002 mencatat bahwa bahwa tingkat pelaporan resep statin adalah 0,38 kasus miopati dan 1,07 kasus rahbadomyolisis, namun sumber data ini mungkin bersifat bias karena pelaporan efek samping ini bersifat sukarela.

Presentasi klinis miopati akibat statin bervariasi mulai dari kelelahan ringan hingga rhabdomyolisis yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Gejala yang paling sering dilaporkan adalah myalgia, kelelahan, kelemahan, nyeri umum, dan nyeri otot proksimal. Keluhan lain yang lebih jarang adalah nyeri tendon dan kram otot nokturnal. Myalgia didefinisikan sebagai gejala otot tanpa disertai adanya peningkatan CK, myosiitis mengacu pada gejala otot dengan peningkatan CK, sedangkan rhabdomyolisis didefinisikan sebagai gejala otot yang ditandai dengan peningkatan CK (hingga 10 kali batas normal) dengan peningkatan kreatinin serum sesekali juga ditandai dengan adanya urin yang berwarna kecoklatan.

Hubungan temporal antara inisisasi statin dengan mulai timbulnya gejala, bervariasi secara luas, sebagaimana halnya waktu mulai penghentian pengobatan dengan menghilangnya gejala. Penjelasan mengenai adanya induksi statin terhadap myopati adalah adanya induksi sel apoptosis atau kematian sel myosit terprogram dengan mengurangi isoprenoidnya. Isoprenoid adalah lemak yang diproduksi oleh HMG-CoA reduktase. Isoprenoid terhubung dengan protein melalui farnesilasi. Menurut teori ini statin memblokir produksi farnesil pirofosfat dan mencegah prenilasi ikatan protein GTP protein Ras, Rac dan Rho. Penurunan tingkat terprenilasi ini menyebabkan peningkatan kadar kalsium sitosol yang selanjutnya mengaktivasi enzim proteolitik capsase-3 dan capsase-9 yang memiliki peran sentral dalam kematian sel.