Jumat, 05 Oktober 2012

AGEN-AGEN ANTIEMETIK UNTUK KEMOTERAPI YANG MENGINDUKSI MUAL DAN MUNTAH



Sebagaimana telah diketahui secara umum bahwa penggunaan agen-agen antineoplastik (kemoterapi) berpotensi menginduksi mual dan muntah. Penggunaan agen-agen antiemetik (antimual) sangat lazim dalam upaya pencegahan mual dan muntah akibat kemoterapi. Tersedia banyak agen antiemetik yang dapat digunakan dalam hal ini. Berikut akan saya paparkan agen-agen antiemetik yang dapat digunakan.

Agen Antiemetik dengan Indeks Terapi Tinggi

Antagonis 5-HT3
Diperkenalkannya agen antiemetik antagonis 5-HT3 pada tahun 1990an telah merubah dan merenovasi manajemen mual dan muntah akibat kemoterapi. Saat ini ada 5 agen antagonis 5-HT3 yang telah dikenal dan dipergunakan secara luas dimasyarakat, yaitu: ondansetron, granisetron, dolasetron, tropisetron dan yang terbaru adalah palonosetron. Obat ini digunakan untuk profilaksis mual dan muntah akibat kemoterapi dengan potensi emetogenisitas sedang hingga tinggi. Dari studi random diketahui bahwa keempat agen antagonis 5-HT3 yang tertua memiliki potensi yang sama dan menunjukan kesetaraan terapeutik. Efek samping obat-obat ini relatif rendah. Efek samping yang paling umum dan termasuk ringan adalah sakit kepala, peningkatan level enzim transaminase hati dan konstipasi. Dosis tunggal ataupun ganda harian memberikan efektivitas yang sama dan pada dosis yang telah disetujui penggunaannya, formulasi oral memiliki ekivalensi terapeutik dengan sediaan intravenanya. Uji klinis terhadap ondansetron dan granisetron menunjukan bahwa khasiat obat-obat ini lebih rendah pada kasus mual dan muntah tertunda dibandingkan dengan mual dan muntah akut. Agen ini hanya sedikit memberikan aktivitas pada kasus emesis (mual dan muntah) tertunda yang diinduksi cisplatin.

Tahun 2003 sebuah agen baru 5-HT3 yaitu palonosetron telah disetujui penggunaannya oleh FDA. Agen baru ini mempunyai sifat yang berbeda dari agen 5-HT3 lainnya yang lebih tua dalam hal waktu paruh eliminasinya yang lebih panjang dan afinitasnya yang lebih tinggi pada reseptor 5-HT3. Dalam 3 studi acak yang membandingkan palonosetron dengan agen 5-HT3 lainnya, palonosetron lebih unggul dalam penanganan emesis akibat kemoterapi dengan emetogenisitas sedang hingga tinggi. Studi tersebut juga menunjukan bahwa palonosetron memiliki efektivitas dan kemanan yang lebih baik dibandingkan dengan antagonis 5-HT3 terdahulunya.

Antagonis Reseptor Neurokinin-1
Antagonis reseptor neurokinin-1 merupakan kelas terbaru dari obat antiemetik yang efektif untuk pencegahan mual dan muntah akibat kemoterapi. Aprepitant (Emend, Merck) disetujui penggunaannya oleh FDA pada tahun 2003 dalam formulasi oral.

Kortikosteroid
Kortikosteroid telah diketahui terbukti efektif dalam penanganan emesis sejak 25 tahun yang lalu. Kortikosteroid efektif dalam mengatasi emesis pada pasien yang menggunakan agen kemoterapi dengan potensi emetogenisitas yang rendah. Dalam hal ini kortikosteroid dapat diberikan sebagi agen tunggal. Namun, kortikosteroid akan lebih menguntungkan bila digunakan secara kombinasi dengan agen antiemetik lainnya. Terutama bila dikombinasikan dengan antagonis reseptor 5-HT3. Kortikosteroid efektif baik pada emesis akut maupun emesis tertunda. Deksametason dan metilprednisolon merupakan kortikosteroid yang paling sering digunakan.


Agen Antiemetik dengan Indeks Terapi Rendah

Sejumlah agen termasuk metoklopramid, butirophenon, fenotiazin, kanabinoid dan olanzapin adalah agen-agen yang termasuk dalam kelompok agen antiemetik dengan indeks terapi rendah. Obat-obat ini umumnya memiliki potensi dan efikasi yang rendah dan potensi efek merugikan yang lebih besar dibandingkan dengan agen antiemetik dengan indeks terapi tinggi. Selain itu, database yang mendukung penggunaannya kurang memaadai. Fenotiazin merupakan agen tertua yang paling banyak digunakan dalam hal ini. Fenotiazin cocok digunakan sebagai profilaksis pada pasien yang menerima kemoterapi dengan potensi emetogenisitas yang rendah.

Metoklopramid pada dosis standar dan seperti halnya fenotiazin juga merupakan antagonis dopaminergik D2 yang memiliki spektrum penggunaan yang hampir sama. Efektifitas metoklopramid meningkat seiring peningkatan dosisnya.

Nabilone dan dronabinol sebagai kanabinoid sintetik juga terbukti memiliki efek antiemetik terutama untuk mengatasi emesis akibat penggunaan kemoterapi dengan potensi emetogenisitas ringan hingga sedang. Namun adanya efek samping seperti hipotensi postural dan dysphoria telah membatasi penggunaannya.

Olanzapin mengantagonis beberapa reseptor neurotransmiter termasuk dopamin dan reseptor 5-HT menunjukan efektivitasnya dalam mengatasi mual dan muntah

Benzodiazepin merupakan contoh antiemetik dari kelas lain yang meski aktivitas antiemetiknya sederhana, namun adanya efek antiansietas dari obat ini akan sangat membantu mengatasi emesis.




Sumber
Artikel asli dapat didownload disini