Senin, 23 September 2013

DEFISIENSI VITAMIN B12

Gambar 1
Temuan Laboratorium dan Klinis pada Pasien dengan Defisiensi Vitamin B12


Problem Klinis



Pengenalan dan pengobatan kondisi defisiensi vitamin B12 sangat penting. Defisiensi vitamin B12 menyebabkan kegagalan sumsum tulang belakang dan penyakit demielinasi sistem saraf yang berulang (reversibel). Vitamin B12 (kobalamin) merupakan suatu zat yang disintesis oleh mikroorganisme dan banyak terdapat pada sumber makanan hewani. Penyerapan vitamin B12 dalam saluran cerna sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor intrinsik yang disintesis oleh sel-sel parietal lambung dan pada "cuban reseptor" pada distal ileum. Penyebab paling sering yang menyebabkan beratnya kondisi defisiensi vitamin B12 pada seorang pasien adalah karena hilangnya faktor intrinsik yang disebabkan oleh gastritis atropik autoimun, kondisi ini kemudian secara historis dikenal dengan istilah "anemia pernisiosa". Pasien dengan anemia pernisiosa umumnya akan datang ke sarana kesehatan lebih karena keluhan manifestasi neurologis.

Patofisiologi Defisiensi Vitamin B12


Vitamin B12 merupakan kofaktor untuk 2 jenis enzim, yaitu enzim metionin sintase dan methilmakonil koenzim A mutase. Interaksi antara folat dan vitamin B12 bertanggung jawab pada terjadinya anemia megaloblastik yang terjadi akibat defisiensi kedua zat tersebut. Disinkronisasi antara pematangan sitoplasma dan inti sel menyebabkan terjadinya makrositosis, inti immatur, dan hipersegmentasi granulosit dalam pembuluh darah perifer. Gambar 1 diatas merupakan temuan klinis dan laboratorium pada anemia megaloblastik dalam pembuluh darah perifer dan sumsum tulang.

Vitamin B12 sangat dibutuhkan dalam proses perkembangan dan mielinasi awal sistem saraf pusat serta untuk membantu pemeliharaan fungsi normalnya. Defisiensi vitamin B12 dapat menyebabkan demielinasi sistem saraf pusat.

Kondisi kurang umum yang dapat terjadi terkait dengan defisiensi vitamin B12 adalah glositis, malabsorpsi, infertilitas dan trombosis (termasuk trombosis yang terjadi pada lokasi yang tidak lazim seperti trombosis sinus vena serebral). Trombosis juga dapat berhubungan dengan terjadinya hiperhomosisteinemia pada kondisi defisiensi vitamin B12 yang parah. Kadang pasien juga mengalami hiperpigmentasi.

Poin klinis penting sehubungan dengan defisiensi vitamin B12:
  • Defisiensi vitamin B12 menyebabkan anemia megaloblastik reversibel, demielinasi sistem saraf pusat, atau keduanya
  • Gastritis autoimun (anemia pernisiosa) adalah penyebab paling umum terjadinya defisiensi vitamin B12 parah
  • Masalah metodologis dapat mempengaruhi sensitivitas dan spesifitas pengukuran kadar vitamin B12
  • Pengukuran kadar asam metilmalonik, homosistein, atau keduanya digunakan untuk mengkonfirmasi kondisi defisiensi vitamin B12 pada pasien yang tak terobati
  • Untuk pasien dengan anemia pernisiosa atau malabsorpsi, diindikasikan untuk menjalani terapi vitamin B12 seumur hidup
  • Pemberian vitamin B12 oral dosis tinggi (1000-2000 mg perhari) sama efektifnya dengan injeksi intramuskular bulanan dalam mengoreksi abnormalitas darah dan sistem saraf.

Penyebab Defisiensi Vitamin B12


Anemia Pernisiosa
Anemia pernisiosa adalah gastritis autoimun yang disebabkan oleh hancurnya sel-sel parietal lambung yang lebih lanjut menyebabkan berkurangnya faktor intrinsik lambung yang berperan dalam mengikat vitamin B12. Respon imun secara langsung terhadap H/K-ATPase yang berperan menyumbangkan akloridia. Penyakit autoimun terutama penyakit thyroid, diabetes mellitus tipe 1 dan vitiligo adalah kondisi-kondisi umum yang berhubungan dengan anemia pernisiosa.

Gastritis autoimun dapat menyebabkan malabsorpsi zat besi yang kemudian berkembang gejala klinis defisiensi zat besi dan lebih lanjut mengakibatkan malabsorpsi vitamin B12. Prevalensi anemia pernisiosa berkisar antara 50-400 kasus per 100.000 orang. Kondisi ini dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun paling sering terjadi pada kelompok usia 70-80 tahun. Anemia pernisiosa lebih sering terjadi pada keturunan Afrika dan Eropa.

Malnutrisi pada Bayi dan Anak-anak
Bayi yang lahir dari ibu yang mengalami defisiensi vitamin B12 berpotensi mengalami defisiensi pula, terlebih bila bayi tersebut menerima ASI ekslusif. Manivestasi khas adanya defisiensi vitamin B12 pada anak-anak diantaranya:
  • Kegagalan perkembangan otak
  • Gangguan pertumbuhan dan perkembangan secara keseluruhan
  • Regresi perkembangan
  • Hipotonia
  • Tidak nafsu makan
  • Lesu
  • Tremor
  • Hiperiritabilitas
  • Koma
Pencitraan otak dapat menunjukkan ada tidaknya atrofi dan penundaan mielinasi. Anak ini juga mungkin akan mengalami anemia. Suplementasi vitamin B12 dapat segera membantu proses penyembuhan. Namun semakin lama kondisi defisiensi vitamin B12 ini dialami seseorang, maka seseorang tersebut akan semakin berpotensi mengalami cacat permanen.

Kondisi lain yang dapat menyebabkan defisiensi vitamin B12 pada anak adalah reseksi ileum, sindrom  Imerslund–Gräsbeck, penyakit radang usus, dan anemia pernisiosa.


































Gambar 2
Mekanisme Normal dan Malabsorpsi Vitamin B12

Strategi dan Bukti

 

 

Evaluasi

Pengujian dan penetapan diagnosa defisiensi vitamin B12 bisa jadi menjadi upaya yang sulit dilakukan.  

Riwayat medis yang mungkin pernah dialami pasien dapat berupa gejala anemia, gejala-gejala malabsorpsi dan neurologis. Gejala neurologis yang umum biasanya berupa parestesia simetris atau mati rasa. Pemeriksaan fisik umumnya akan menunjukan adanya kondisi pucat, edema, perubahan pigmen kulit, sakit kuning atau cacat neurologis seperti gangguan rasa, ketidaknyamanan posisi, sensasi pada kulit, ataksia dan kelemahan.

Biopsi sumsum tulang dan aspirasi tidak diperlukan dalam penentuan diagnosa anemia megaloblastik dan bahkan dapat menyesatkan pada kasus pansitopenia dengan hiperselularitas yang parah, peningkatan eritoblast dan kelainan sitogenetika, dan bahkan akan membingungkan dalam penentuan diagnosa leukemia akut. Pencitraan sumsum tulang juga tidak diindikasikan pada pasien yang ditengarai mengalami defisiensi vitamin B12.

Penetapan Kadar Vitamin B12
Untuk mengetahui kadar vitamin B12 seseorang biasanya dilakukan melalui pengukuran kadar B12 serum, kadar vitamin B12 yang sangat rendah (<100 pg/ml) biasanya berhubungan dengan defisiensi klinis, namun kondisi ini jarang diamati. Pada pengukuran ini hasil negatif atau positif palsu sangat sering terjadi. Besarnya kemungkinan negatif atau positif palsu tersebut kemungkinan disebabkan oleh fakta bahwa hanya sekitar 20% dari total vitamin B12 yang terukur pada protein seluler pengiriman, transkobalamin; sementara sisanya terikat pada haptocorrin, yaitu suatu protein yang belum diketahui fungsinya. Metode penentuan vitamin B12 terbaru adalah dengan tes holotranskobalamin (Mengukur saturasi vitamin B12 pada transkobalamin), metode ini memberikan perbaikan spesifitas pada pengukuran vitamin B12, namun demikian metode ini belum divalidasi secara klinis dan belum tersedia secara komersil.

Pengukuran Asam Metilmalonik Serum dan Homosistein
Pengukuran asam metilmalonik, jumlah homosistein atau kombinasi keduanya berguna dalam menentukan diagnosis pasien defisiensi vitamin B12 yang belum menerima terapi apa pun. Tingkat asam metilmalonik dan jumlah homosistein akan meningkat signifikan pada pasien dengan defisiensi vitamin B12, termasuk pada pasien yang hanya menunjukan manivestasi neurologis tanpa anemia.

Kadar asam metilmalonik dan jumlah homosistein akan segera menurun setelah dilakukannya terapi, dan kadarnya dapat diukur kembali untuk mengetahui pengaruh terapi suplementasi vitamin B12. 

Tingginya kadar asam metilmalonik cukup spesifik pada pasien defisiensi vitamin B12 yang akan segera menurun seiring pemberian terapi suplementasi vitamin B12. Peningkatan asam metilmalonik sederhana (300-700 nmol/liter) dapat terjadi pada pasien dengan gagal ginjal. Namun hampir semua pasien anemia megaloblastik atau mielopati akan memiliki tingkat asam metilmalonik lebih dari 500 nmol/liter dan 86% diantaranya memiliki kadar yang lebih tinggi yaitu diatas 1000 nmol/liter. Tingkat homosistein total serum kurang spesifik, karena kadarnya juga akan meningkat pada pasien dengan defisiensi asam folat, homosistinuria klasik dan gagal ginjal. 

Tes Untuk Menentukan Penyebab Defisiensi Vitamin B12
Jika pasien defisiensi vitamin B12 telah mengkonsumsi suplemen vitamin B12 dalam jumlah yang cukup dan dikonfirmasi secara klinis adanya malabsorpsi maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Pengujian anemia pernisiosa, faktor anti-intrinsik perlu dilakukan. Gastritis atrofik kronik dapat didiagnosis berdasarkan tingginya level gastrin serum puasa dan rendahnya kadar pepsinogen serum. Beberapa ahli menyarankan perlunya endoskopi untuk mengkonfirmasi gastritis dan mengesampingkan kemungkinan kanker lambung. Pasien dengan anemia pernisiosa beresiko mengalami kanker lambung.


Terapi Defisiensi Vitamin B12

 

 

Kebutuhan harian vitamin B12 adalah sekitar 2,4 μg, namun adakalanya kebutuhan tersebut lebih besar hingga berkisar 4-7 μg. Umumnya seseorang yang mengkonsumsi daging dan atau multivitamin harian akan memiliki nilai asam metilmalonik yang rendah. Orang dewasa sehat sebaiknya mempertimbangkan penggunaan suplemen vitamin B12. Sedangkan pasien yang secara klinis menunjukan adanya gejala defisiensi vitamin B12 akan mengalami malabsorpsi sehingga memerlukan pemberian vitamin B12 parenteral atau oral dosis tinggi. Suplementasi yang memadai akan menghasilkan perbaikan pada anemia megaloblastik atau pun mielopati.

Injeksi Vitamin B12
Vitamin B12 di Amerika dikenal dengan istilah Sianokobalamin, sedangkan di Eropa dikenal dengan nama hidoksokobalamin. Pada injeksi vitamin B12 sekitar 10% dari dosis yang disuntikan dipertahankan. Pasien dengan kelainan yang parah harus menerima suntikan setidaknya 1000 μg beberapa kali per minggu dalam 1-2 minggu, kemudian diikuti dengan suntikan mingguan hingga adanya perbaikan yang nyata dan kemudian diikuti dengan pemberian dosis bulanan. Respon hematologik umumnya cepat, ditandainya dengan peningkatan jumlah retikulosit dalam 1 minggu yang diikuti dengan adanya koreksi anemia megaloblastik dalam 6-8 minggu berikutnya. Pasien dengan anemia berat dan gejala penyakit jantung harus diterapi dengan transfusi dan agen diuretik, dan elektrolit harus selalu dipantau. Gejala neurologis dapat memburuk  sementara dan kemudian akan membaik dalam hitungan minggu hingga bulan. Tingkat keparahan dan durasi dari kelainan neurologis sebelum pengobatan akan mempengaruhi masa penyembuhannya. Pengobatan anemia pernisiosa berlangsung seumur hidup. Pada pasien yang menghentikan terapi suplementasi vitamin B12, dapat mengalami kekambuhan gejala neurologis yang dapat terjadi dalam kurun waktu yang singkat hingga sekitar 6 bulanan, selain dapat juga mengalami kekambuhan anemia megaloblastik dalam beberapa tahun kemudian.

Vitamin B12 Oral Dosis Tinggi
Pengobatan vitamin B12 oral dosis tinggi terbukti efektif dan semakin populer. Pemberian dosis oral vitamin B12 1000  μg akan memberikan 5-40 μg, bahkan saat diberikan bersamaan dengan makanan. Sebuah studi menunjukan bahwa terapi vitamin B12 oral 2000 μg perhari dibandingkan dengan 7 suntikan 1000 μg dalam kurun waktu satu bulan menghasilkan efektivitas terapi yang relatif sama.



 



 http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp1113996