Sabtu, 27 Oktober 2012

PENYAKIT-PENYAKIT AKIBAT KELEBIHAN ZAT BESI



Zat besi (iron) merupakan salah satu komponen unsur logam yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Manusia memerlukan zat besi dalam jumlah yang relatif kecil atau termasuk dalam kategori mikronutrien. Maka apa yang akan terjadi bila tubuh kita terlalu banyak menyimpan zat besi?. Berbahayakah?. Tulisan ini akan berusaha mengulas tentang kelebihan-kelebihan zat besi yang dapat terjadi pada tubuh manusia serta dampak yang ditimbulkannya.

Hingga saat ini telah diketahui berbagai penyakit yang berhubungan dengan kelebihan zat besi dalam tubuh. Penyakit-penyakit kelebihan zat besi umumnya bersifat membahayakan, berkembang secara progresif dan tak jarang pula bersifat irreversibel (tidak dapat kembali ke fungsi semula) dan berakhir dengan adanya cedera organ. Namun demikian keracunan besi (Fe) umumnya dapat dikurangi atau dicegah. Penyakit yang berhubungan dengan kelebihan zat besi yang paling umum adalah HFE yang terkait dengan hemokromatosis herediter atau β-thalasemia, dan berbagai bentuk penyakit lainnya yang kurang umum ditemukan.

METABOLISME BESI

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar besi dalam tubuh adalah:
  • Enterosit duodenal (berperan mempengaruhi penyerapan besi dari saluran gastrointestinal) 
  • Prekursor eritroid (mempengaruhi penggunaan besi oleh tubuh)
  • Makrofag retikuloendothelial (mempengaruhi penyimpanan dan daur ulang besi)
  • Hepatosit (mempengaruhi penyimpanan dan regulasi endokrin)
masing-masing komponen tersebut memainkan peranan penting dalam homeostasis (keseimbangan) besi dalam tubuh dan berperan dalam pengaturan siklus besi. 

Enterosit
Untuk menjaga homeostasis zat besi pada dasarnya tubuh hanya memerlukan sekitar 1-3 mg asupan zat besi perharinya. Asupan zat besi tersebut berguna untuk mengimbangi/menggantikan kehilangan zat besi akibat kehilangan yang ditimbulkan oleh sel deskuamasi. Karena tidak ada fungsi fisiologis yang mengatur ekskresi besi, maka pengaturan besi lebih difokuskan pada penyerapannya oleh enterosit duodenal. Setelah zat besi pada membran apikal berkurang, zat besi dibawa kedalam transporter membran divalen 1 (DMT1). Heme besi diangkut melalui mekanisme yang tak sempurna. Sebagian besar zat besi diambil dari sumber penyimpanannya dalam bentuk ferritin dan hilang melalui peluruhan enterosit tua. Pengiriman besi dari enterosit ke dalam plasma terjadi melalui transporter basolateral ferroportin.

Pengaturan pada setiap langkah (reduksi, penyerapan, penyimpanan, dan transfer) dimediasi oleh sinyal yang mencerminkan tekanan oksigen di enterosit, kadar zat besi intraseluler, dan kebutuhan sistemik akan zat besi. Tekanan enterosit mengatur absorpsi zat besi melalui efeknya pada faktor hypoxia-inducible factor 2α (HIF-2α) dan perubahan pada transkripsi DMT1 dan ferroportin. Regulasi sistemik dari penyerapan zat besi diatur oleh hormon hepsidin. Hepsidin mengikat eksportir besi ferroportin dan menginduksi degradasi besi, sehingga mengurangi transfer besi dari enterosit ke dalam sirkulasi darah.

Sirkulasi Besi
Besi yang dilepaskan dari enterosit kemudian berikatan dengan situs bebas pada protein transport besi di plasma (transferrin). Karena kapasitas pengikatan transferrin umumnya melebihi konsentrasi besi dalam plasma, transferin mengikat besi hanya dari sumber fisiologis. Sel-sel mengatur asupan ikatan transferrin-besi dengan mengubah ekspresi permukaan reseptor transferrin 1 (TfR1). Jika transferrin telah sangat jenuh (normalnya, kejenuhan/saturasi transferrin adalah 30%), kelebihan zat besi kemudian dilepaskan ke dalam sirkulasi darah dalam bentuk molekul dengan berat  molekul rendah (misal sitrat). Non–transferrinbound
iron (NTBI) atau molekul besi yang tak berikatan dengan transferrin tersebut mudah diserap oleh sel-sel tipe tertentu termasuk hepatosit (sel-sel hati) dan kardiomiosit (sel-sel jantung). Penyerapan NTBI yang berlebihan berkontribusi pada terjadinya cedera seluler yang termediasi oleh oksidan. Sebuah fraksi dari NTBI adalah sebuah molekul redoks-aktif dan besi dalam plasma yang labil. Meskipun ada metode untuk mengukur kadar NTBI dan besi plasma labil, namun tak adanya standarisasi dan korelasi klinisnya membatasi penggunaan metode tersebut.

Prekursor Eritroid
Prekursor eritroid adalah situs utama pemanfaatan/penggunaan besi. Sel-sel mengekspresikan level TfR1 dan memediasi masuknya transferrin-besi ke siklus endosom. Pada proses pengasaman endosom, besi dilepaskan dan kemudian dieksport oleh DMT1. 

Makrofag Retikuloendothelial
Sel-sel retikuloendothelial berfungsi pada penyimpanan besi melalui pengaturan hepsidin. Pada kondisi keseimbangan, sel-sel ini melepaskan sekitar 25 mg zat besi perhari. Karena tempat peredaran transferrin-besi hanya mensirkulasikan kurang dari 3 mg besi, maka sel retikuloendothelial merupakan kompartemen yang paling dinamis bagi besi-besi tersebut. Sel-sel ini mengalami pembalikan sekitar 10 kali perhari. 

Setelah dibebaskan dari heme besi dapat disimpan sebagai ferritin atau dieksport ke dalam sistem sirkulasi. Ferritin adalah protein kompleks untuk penyimpanan besi yang terdiri dari 24 monomer ferritin yang terdiri dari rantai dengan molekul berat dan ringan. 

Hepatosit
Hepatosit menyerupai retikuloendothelial yang merupakan tempat penyimpanan besi dalam bentuk ferritin. NTBI kemungkinan menjadi kontributor utama penyimpanan besi dalam hepatosit dimana tranferrin mengalami kejenuhan tinggi. Lebih penting dalam pengaturan kadar besi ini adalah bahwa hepatosit merupakan pengatur dalam hal produksi hepsidin. Hepsidin berperan sebagai hormon hipoforremia. Sebagai konsekuensinya besi akan tertahan didalam eritrosit duodenum dan penyerapannya akan terhambat; retensi besi didalam makrofag retikuloendothelial akan menurunkan omset kerjanya. Produksi hepsidin hepatoseluler merupakan sinyal yang merefleksikan inflamasi (peradangan), status besi, aktivitas eritopoeitik dan tegangan oksigen.
  1. Inflamasi. Hepsidin adalah sebuah protein fase akut tipe II yang memediasi hipoforemia terkait infeksi dan peradangan. Protein ini awalnya diidentifikasi sebagai peptida antimikroba dengan struktur mirip defensin. Namun aktivitas antimikroba dari hepsidin itu memerlukan konsentrasi yang jauh lebih tinggi dari nilai yang dapat ditemukan pada sirkulasi. Sifat hipoforemik hepsidin hadir dalam proses adaptasi terhadap evolusi mikroorganisme, karena hepsidin menurunkan ketersediaan besi dalam sirkulasi terhadap bakteri yang menyerang. Sinyal inflamasi meningkatkan ekspresi hepsidin yang sebagian besar dimediasi oleh interleukin-6.
  2. Status besi. Status besi mengatur ekspresi hepsidin melalui 2 mekanisme yaitu penyimpanan besi dihati dan level besi dalam sirkulasi darah. Penyimpanan besi dihati mempengaruhi ekspresi hepatik dari molekul signaling ekstraseluler.
  3. Aktivitas enteropoeitik. Ekspresi hepsidin akan menurun secara nyata ketika terjadi peningkatan enteropoeisis seperti proses pengeluaran darah (perdarahan), hemolisis dan pemberian enteropoeitin. Sinyal dapat dimediasi oleh pelepasan molekul melalui prekursor eritroid. 
  4. Tekanan oksigen. Dalam kondisi hipoksia, faktor transkripsi HIF mengatur ekspresi membran protease matriptase-2 yang memotong hemojuvelin dari permukaan hepatoseluler dan melemahkan sinyal hepsidin.
PENYAKIT-PENYAKIT KELEBIHAN BESI

Gangguan/penyakit yang berhubungan dengan kelebihan besi diklasifikasikan berdasarkan patofisiologi yang mendasari cacat/defek pada sumbu hepsidin-ferroportin, pematangan eritroid atau transport besi.

Gangguan Sumbu hepsidin-ferroportin
Gangguan bentuk ini merupakan bentuk primer kelebihan zat besi yang merupakan subtipe hemokromatosis herediter. Dari 6 bentuk gangguan dalam kelompok ini, 5 diantaranya merupakan fenotif hemokromatosis herediter klasik (peningkatan saturasi transferrin, peningkatan ferritin serum, hematokrit normal dan kelebihan zat besi pada jaringan). Patofisiologi dari kelima gangguan tersebut adalah sama yaitu ketidakmampuan memediasi pengaturan penurunan ferroportin.

Gangguan paling umum pada sumbu hepsidin-ferroportin adalah hemokromatosis herediter terkait dengan HFE. Sekitar 10% populasi kelompok ini mengalami mutasi pada C282Y HFE. Walaupun penetrasi homozigositas biokimia untuk mutasi ini cukup besar (36-76%), penetrasi penyakit jauh lebih rendah yaitu sekitar 2-38% pada laki-laki dan 1-10% pada wanita. Faktor polimorfisme atau lingkungan atau gabungan kedua faktor tersebut merupakan faktor resiko yang sangat mempengaruhi penyakit ini. Umumnya pasien dengan penyakit hemokromatosis herediter terkait HFE ini tidak dapat bertahan hidup hingga usia pertengahan atau tidak sampai masa menopause pada wanita.

Kelima bentuk hemokromatosis herediter dengan fenotif klasik disebabkan oleh mutasi dalam ferroportin yang mengganggu regulasi hepsidin, hal ini menyebabkan kelebihan kadar ferroportin yang memediasi eksport zat besi.

Gangguan Maturasi/Pematangan Eritroid
Gangguan besi pada kelompok ini dapat berupa kelebihan zat besi sekunder yang disebut sebagai anemia kelebihan besi. Gangguan atau penyakit ini ditandai dengan:
  • inefektivitas eritropoeisis, 
  • apoptosis pada prekursor eritroid tertentu
  • kegagalan pematangan eritroid
  • ekspansi sekunder eritropoeisis 
Pengaturan hepsidin berhubungan dengan sinyal molekul yang berhubungan dengan terjadinya anemia atau hipoksia. Pengaturan penurunan hepsidin terus berlanjut meski tubuh telah kelebihan beban zat besi. Transfusi eritrosit berkontribusi nyata pada penumpukan beban besi pada penderita penyakit ini. Yang termasuk dalam kelompok gangguan ini adalah:
  1. Thalasemia. Diseluruh dunia terdapat sekitar 15 juta orang yang divonis menderita alfa-thalasemia atau beta-thalasemia. Kelebihan besi merupakan penyebab utama parahnya penyakit, baik pada pasien yang menerima transfusi reguler maupun tidak. Saat ini thalasemia diterapi dengan terapi khelasi, transferin eksogen, hepsidin eksogen atau agonis hepsidin yang mungkin akan efektif dimasa depan.
  2. Anemia Sideroblastik Bawaan. Anemia sideroblastik adalah gangguan heterogen sintesis heme primer (baik bawaan maupun keturunan) ataupun sekunder. Gangguan ini dapat berupa sindromik atau nonsindromik. Bentuk bawaan disebabkan oleh mutasi gen yang diperlukan untuk produksi prekursor heme. Besi seharusnya dimasukkan kedalam cincin akhir protoporpirin IX yang terakumulasi dalam mitokondria, memproduksi karakter cincin sideroblastik. Sebagian bentuk bawaan tersebut dapat diobati (misalnya dengan piridoksin). Kelebihan zat besi ini dapat diterapi dengan phebotomy (bila memungkinkan) atau khelasi atau keduanya.
  3. Anemia Diseritropoeitik Bawaan. Anemia kelompok ini merupakan sekelompok gangguan yang beragam yang mengakibatkan cacat pada produksi eritrosit dan sering disertai hemolisis ringan. Anemia ini dikarakteristik sebagai anemia makrositik atau normositik dengan jumlah retikulosit yang rendah sejak kelahirannya. Diagnosis ini dapat ditentukan dengan dasar karakteristik morfologi eritoblast. Transfusi dapat menjadi terapi dalam gangguan ini yang dibarengi dengan khelasi untuk penanganan kelebihan besi yang ditimbulkannya.
  4. Sindrom Myelodiplastik dan Anemia Aplastik. Kelainan ini merupakan kelainanan bawaan atau dapatan yang ditandai oleh hematopoeisis yang tidak efektif dan sitopenias perifer yang berhubungan dengan kelebihan zat besi, terutama bila diperburuk dengan kondisi transfusi eritrosit ganda.
Gangguan Transportasi Besi
Patofisiologi umum penyakit ini adalah adanya insufisiensi pengiriman zat besi yang tidak mencukupi untuk pembentukan heme, meskipun telah terjadi penimbunan besi. Dan sebagai konsekuensinya adalah terjadinya anemia atau penurunan level hepsidin meskipun telah terjadi penimbunan besi. Hipotransferrinemia adalah sebuah kondisi langka dimana terjadi penurunan konsentrasi transferrin. 

Hemokromatosis Neonatus
Hemokromatosis neonatus adalah kondisi kelebihan zat besi sistemik yang parah yang berhubungan dengan bayi baru lahir yang mengalami kegagalan hati. Hemokromatosis ini sangat berbeda dengan bentuk hemokromatosis lainnya, dalam hal ini kondisi primernya adalah karena adanya cedera hepatoseluler, dan kelebihan zat besi sebagai dampak sekundernya. Kendati demikian kelebihan zat besi lebih lanjut turut berperan pada kerusakan hati lebih lanjut.

Lokalisasi Kelebihan Zat Besi
Lokalisasi kelebihan zat besi dapat mengakibatkan:
  1. Neurodegenerasi dengan akumulasi besi pada otak. Neurodegenerasi dengan akumulasi zat besi pada otak atau neurodegeneration with brain iron accumulation (NBIA) umumnya terjadi akumulasi besi pada ganglia basal yang mengakibatkan terjadi gangguan progresif gerakan ekstrapiramidal. Mutasi pada pantothenate kinase–associated neurodegeneration gene (PANK2) bertanggung jawab pada sebagian besar kasus ini. 
  2. Ataksia Friedreich's. Mutasi pada frataxin bertanggung jawab pada terjadinya kondisi ini. Manivestasi pada jantung dan neurologis pada kasus ini disebabkan adanya cedera mitokondria yang dimediasi besi. 
Cedera Seluler yang Dimediasi oleh Besi
Kelebihan zat besi dapat melukai sel terutama dengan mengkatalisis produksi spesies oksigen reaktif secara berlebihan yang melebihi kapasitas sistem antioksidan seluler. Spesies oksigen tersebut menyebakan peroksidasi lemak, oksidasi asam amino, fragmentasi protein dan kerusakan DNA. Terapi phebotomy dapat membantu menghilangkan besi dari dalam tubuh. Selain itu terapi khelasi juga bermanfaat dalam hal ini. Pemberian vitamin C harus dihindari pada pasien dengan kelebihan zat besi karena dapat meningkatkan produski spesies oksigen rekatif sehingga semakin memperburuk kerusakan seluler.








Sumber