Jumat, 10 Agustus 2012

PROLAKTINOMA


PROLAKTINOMA: Istilah prolaktinoma tentu bukanlah istilah yang mudah dimengerti oleh klalayak umum. Tulisan ini akan berusaha mengulas apa dan bagaimana penanganan prolaktinoma tersebut. Semoga tulisan ini bermanfaat. 

Tulisan ini adalah tulisan yang disarikan dari sebuah artikel yang dirilis di website The New England Journal of Medicine. Tulisan ini diawali dengan sebuah ulasan permasalahn klinis, baru kemudian dijabarkan permasalahan tersebut dilanjutkan dengan cara-cara penanganannya.

Urain kasus:
Seorang pria dengan usia 42 tahun menyampaikan keluhan mengalami penurunan libido, disfungsi ereksi dan sakit kepala. Dia mengatakan tidak ada perubahan berat, ginekomastia, kelelahan atau pun gejala-gejala lainnya. Dia tidak mengkonsumsi obat tertentu. Pada pemeriksaan ukuran testis mengecil. Kadar prolaktin serum meningkat hingga 648 µg/L (normalnya <15  µg/L ). Dari pemeriksaan dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) menunjukan adanya massa sellar (2,5 by 1,5 by 2,0 cm) yang berada 5 mm dibawah kiasme optik dan memanjang bilateral ke dalam sinus kavernosa. Apa pertimbangan diagnostik dan terapeutik untuk kasus ini?

PROBLEM KLINIS

Prolatinoma adalah salah satu jenis tumor pituitari sekretorik yang paling umum. Prolaktinoma pada dasarnya adalah tumor jinak yang diklasifikasikan berdasarkan ukurannya, yaitu mikroadenoma yaitu prolaktinoma dengan ukuran diameter kurang dari 10 mm, dan makroadenoma dengan ukuran diameter lebih dari atau sama dengan 10 mm. Kadar prolaktin serum pada penderita prolaktinoma umumnya sebanding ukuran tumor. Pasien dengan makroprolaktinoma/makroadenoma umumnya memiliki kadar prolaktin serum diatas 250 µg/L hingga lebih dari 10.000 µg/L. Mikroadenoma pituitari ditemukan pada 10,9% dari otopsi, dan 44% dari mikroadenoma adalah prolaktinoma. Meskipun prolaktinoma umumnya bukan karena faktor keturunan/ herediter, namun prolaktinoma dapat menjadi bagian dari sindrome neoplasia ganda tipe 1. Tidak ada faktor resiko yang didefinisikan untuk prolaktinoma sporadis. Meskipun pernah dihipotesiskan bahwa kontrasepsi oral berhubungan dengan prolaktinoma, namun hal ini belum ada bukti yang mendukung hipotesis tersebut.

Tanda-tanda dan gejala klinis hiperprolaktinoma pada perempuan diantaranya oligomenorhea, infertilitas dan galaktorhea. Pada wanita dengan hiperprolaktinemia yang terus mengalami menstruasi, abnormalitas fase luteal dapat menyebabkan infertilitas. Kekurangan estrogen pada wanita amenorrheik dengan prolaktinoma yang tak terobati menyebabkan rendahnya massa tulang yang berhubungan dengan peningkatan resiko patah tulang, sedangkan pada wanita dengan siklus menstruasi yang teratur akan mengalami kepadatan tulang yang lebih terjaga. Besarnya prolaktinoma juga dapat menyebabkan insufisiensi gonadotropin karena efek massa (kompresi gonadotropin normal). 

Pada pria hiperprolaktinemia dapat menyebabkan hipogonadisme, penurunan libido, disfungsi ereksi, infertilitas, ginekomastia, dan dalam beberapa kasus dapat pula terjadi galaktorhea namun jarang. Penurunan massa tulang dan anemia juga dapat terjadi karena kurangnya kadar testosteron. Berbeda dengan wanita yang umumnya mengunjungi dokter ketika masih dalam keadaan mikroadenoma, kebanyakan pria umumnya telah mengalami makroadenoma, yang sering disertai dengan keluhan sakit kepala, gangguan visual/penglihatan, atau keduanya selain hipogonadisme. Semakin besar ukuran tumor pada pria menandakan lambatnya proses diagnostik, meski mungkin juga ada jenis tumor yang berbeda terkait kelamin yang dapat terjadi pada pria. Meskipun jarang, prolaktinoma juga dapat terjadi pada anak-anak, dengan efek massa, keterlambatan pubertas atau keduanya.

EVALUASI

Evaluasi prolaktinoma harus dimulai dengan mempertimbangkan fisiologis, termasuk kehamilan pada wanita usia subur. Interpretasi hiperprolaktinemia postpartum (pasca melahirkan) tergantung pada berapa lama sejak wanita tersebut menyusui. Kadar prolaktin umumnya akan kembali normal sekitar 6 bulan setelah wanita tersebut berhenti menyusui. Tingginya kadar prolaktin juga terjadi pada gagal ginjal atau gagal hati, hipertiroidisme, atau stimulasi neurogenik, seperti yang terjadi pada pasien dengan cedera dada atau stimulasi puting. Selain prolaktinoma, tumor pituitari juga dapat terjadi yang disebabkan oleh hipersekresi hormon lainnya. Sekresi prolaktin dibawah kendali penghambatan tonus oleh hipotalamus dopamin, level prolaktin dapat meningkat karena adanya adenoma pituitari lainnya, penyakit inflamasi seperi limfositik hipofisitis atau kista. Oba-obat yang dapat meningkatkan tingginya kadar prolaktin diantaranya:
  • Antidepresan dan antipsikotik (khususnya risperidon)
  • Dopaminergik bloker (misal: metoklopramide)
  • Antihipertensi 
  • Opiat
  • Antagonis reseptor H2
Peningkatan kadar prolaktin yang dihasilkan dari kompresi batang jarang melebihi 150 µg/L, namun penggunaan antipsikotik atau metoklopramide dapat menyebabkan peningkatan kadar prolaktin hingga lebih dari 200 µg/L. Manivesasi klinis dari obat-obat yang menginduksi hiperprolaktinemia adalah mirip dengan prolaktinoma, kecuali dalam hal ukuran massa tumor.

Indikasi-indikasi perlunya terapi prolaktinoma diantaranya:
  1. Makroadenoma
  2. Mikroadenoma yang terus membesar
  3. Infertilitas
  4. Galaktorhea yang mengganggu
  5. Ginekomastia
  6. Kurangnya kadar testosteron
  7. Oligomenorhea atau amenorhea
  8. Jerawat dan hirsutisme
Gejala-gejala hiperprolaktinemia tidak selalu terkait dengan tingginya kadar prolaktin, meskipun pada umumnya pasien dengan kadar prolaktin serum lebih dari 150 µg/L akan menunjukan gejala terkait hiperprolaktinemia tersebut. Makroprolaktin, sebuah senyawa kompleks prolaktin dan antibodi IgG, dapat menyebabkan hiperprolaktinemia palsu karena adanya penundaan bersihan prolaktin.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENCITRAAN

Setelah melakukan pengecekan kembali tingginya kadar prolaktin sebagai konfirmasi, harus diyakinkan terlebih dahulu bahwa pasien tidak sedang hamil bila pasien adalah wanita usia subur, level tirotropin, T4 bebes, fungsi hati dan ginjal juga harus dievaluasi. MRI kepala juga harus dilakukan dengan bahan kontras. MRI diindikasikan pada kasus-kasus prolaktinoma ringan untuk menentukan ukuran tumor dan lokasi terjadinya lesi. 

Pengujian fungsi hipofisi umumnya tidak perlu dilakukan pada pasien dengan mikroadenoma, karena fungsi hipofisis pada pasien ini umumnya tampak normal. Pada wanita amenorheik, level follicle stimulating hormone (FSH) harus ditentukan, untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kegagalan ovarium primer. Kadar testosteron serum harus ditentukan pada pasien pria dengan hiperprolaktinemia. Adanya infertilitas (bagi pasangan yang menginginkan kesuburan) merupakan indikasi kuat perlunya terapi hiperprolaktinemia ini. Kepadatan tulang harus dievaluasi pada pasien dengan hipogonadisme. Pasien dengan makroadenoma yang berdekatan dengan kiasme optik memerlukan uji lapangan-visual, karena kompromi visual memerlukan perawatan segera.

MANAJEMEN

Berbeda dengan makroadenoma yang memerlukan terapi rutin, mikroadenoma tidak selalu memerlukan pengobatan. Pasien mikroadenoma yang tidak memiliki indikasi pengobatan, sebaiknya tetap melakukan pemantauan kadar prolaktin serum dan MRI untuk mengetahui perkembangan ukuran tumor. Dari studi retrospektif dan prospektif menunjukan bahwa resiko pembesaran tumor pada mikroadenoma relatif jarang, namun tentu saja harus selalu dipantau. 

AGONIS DOPAMIN

Agonis dopamin adalah terapi utama untuk mikroadenoma yang memerlukan terapi maupun pada makroadenoma. Agonis dopamin terbukti memberikan keuntungan dalam hal:
  • Dengan cepat mampu menormalkan level prolaktin serum
  • Mengembalikan fungsi reproduksi
  • Memperbaiki keadaan galaktorhea
  • Mengurangi ukuran tumor pada beberapa pasien
Agonis dopamin yang diperkenankan dalam terapi ini adalah:
  1. Bromokriptin. Dosis inisiasi bromikriptin adalah 0,625-1,25 mg/hari, dengan dosis pemeliharaan lazimnya 2,5-10 mg/hari. 
  2. Kabergolin. Dosis inisiasi kabergolin adalah 0,25-0,5 mg/minggu, dan dosis pemeliharaan umumnya 0,25-3 mg/minggu. 
Dosis agonis dopamin dapat ditingkatkan hingga kadar prolaktin berada pada kisaran normal dan dibatasi oleh munculnya efek samping. Kadar prolaktin harus diukur setiap 4 minggu pada terapi bromokriptin dan setiap 8 minggu pada terapi kabergolin. Dosis pemeliharaan sebaiknya adalah dosis efektif terendah. 

Efek samping yang umum dengan pengobatan ini diantaranya: mual, sakit kepala, pusing (hipotensi postural), hidung tersumbat dan sembelit. Sedngkan efek samping yang lebih jarang terjadi diantaranya adalah kebingungan, depresi, kecemasan dan intoleransi alkohol. Vasospasme sensitif dingin dan psikosis juga dapat terjadi namun jarang. Efek-efek samping tersebut lebih jarang terjadi pada kabergolin daripada dengan bromokriptin, efek samping tersebut dapat diminimalisir dengan memulai terapi dengan dosis serendah mungkin dan mengkonsumsi obat bersama makanan pada waktu malam menjelang tidur.

Meski telah diketahui bahwa semua agonis dopamin dapat menurunkan kadar prolaktin serum, namun dari sebuah studi double-blind diketahui bahwa kabergolin lebih efektif dengan resiko efek samping lebih rendah dibandingkan dengan bromokriptin. Kabergolin rata-rata dapat menurunkan kadar prolaktin hingga 83% dibandingkan bromokriptin yang mampu menurunkan kadar prolaktin hanya sekitar 59%.

Jika level hormon reproduksi pada pria atau wanita menopause tetap rendah dengan hiperprolaktinemia yang tidak mengalami perbaikan dengan signifikan setelah dilakukan pengobatan maksimum dengan agonis dopamin, maka penggantian steroid gonad mungkin diperlukan. 

Pada pasien dengan makroadenoma tujuan terapi tambahan adalah untuk mengurangi atau menstabilkan ukuran tumor dan untuk mencegah komplikais neurologis, termasuk sakit kepala dan kompresi syaraf tengkorak. Agonis dopamin mampu menurunkan massa tumor pada sebagian besar pasien dan digunakan sebagai terapi primer. 

Durasi terapi yang tepat dengan menggunakan agonis dopamin belum dapat ditentukan dengan pasti. Dalam sebuah studi retrospektif, pasien yang diobati dengan bromokriptin rata-rata selama 47 bulan, kondisi normoprolaktinemia terjadi pada sekitar 21% pasien. Pada banyak pasien dengan makroadenoma yang memiliki tumor selular dan ekstraselular, penghentian terapi agonis dopamin ini tampaknya tidak bijaksana.

TERAPI RADIASI DAN PEMBEDAHAN

Mengingat tersedianya terapi medis yang cukup manjur, maka kecil kemungkinan pasien memerlukan terapi radiasi atau operasi transsphenoidal. Hal-hal yang mengindikasikan perlunya terapi pembedahan adalah sebagai berikut:
  1. Peningkatan ukuran tumor meski telah dilakukan terapi maksimal dengan agonis dopamin
  2. Apopleksi pituitari
  3. Ketidakmampuan mentoleransi terapi agonis dopamin
  4. Makroadenoma resisten terhadap agonis dopamin
  5. Mikroadenoma pada wanita infertil yang resisten terhadap agonis dopamin
  6. Kompresi kiasma persisten meski telah dilakukan terapi medis optimal
  7. Kista prolaktinoma yang tidak merespon terapi medis
  8. Pada wanita yang menginginkan kesuburan dengan makroadenoma didekat kiasme optik
  9. Kebocoran cairan serebrospinal selama terapi dengan agonis dopamin
  10. Makroadenoma dengan kondisi kejiwaan yang menyebabkan kontraindikasi penggunaan agonis dopamin


Sumber
The New England Journal of Medicine