Senin, 27 Agustus 2012

PENGGUNAAN ASPIRIN DALAM PENCEGAHAN KEKAMBUHAN TROMBOEMBOLISME VENA



TROMBOEMBOLISME adalah suatu kondisi dimana terbentuk gumpalan (trombus) pada pembuluh darah yang kemudian gumpalan tersebut terlepas dan terbawa bersama aliran darah dan menimbulkan penyumbatan pembuluh darah lain. Gumpalan ini terbentuk akibat adanya pembekuan darah yang melebihi ukuran normal. Pembekuan darah ini umumnya terjadi pada pembuluh darah vena, namun kadang juga terjadi pada pembuluh darah arteri. Trombosis atau gumpalan yang terjadi baik pada pembuluh darah vena maupun arteri disebut dengan istilah tromboembolisme vena atau venous thromboembolism (VTE).

Gumpalan tersebut dapat menyumbat pembuluh darah pada paru-paru (embolisme paru/pulmonary embolism), otak (stroke), saluran pencernaan, ginjal atau kaki. Pada orang dewasa, tromboembolisme ini sangat beresiko meningkatkan angka kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas). Gumpalan yang menyumbat organ-organ vital seperti paru-paru, otak, ginjal atau jantung dapat berakibat fatal berupa terjadinya kerusakan organ-organ tersebut, dan bahkan dapat mengakibatkan gagalnya organ tersebut.

Uji laboratorium seperti uji produk degradasi fibrin (FDP, fibrin degradation products), waktu protrombin (PT, prothrombin time), waktu tromboplastin parsial (PTT, partial thromboplastin time), fibrinogen dan hitung plasma akan membantu mendiagnosis kondisi tromboembolisme tersebut.

Pengobatan tromboembolisme umumnya dengan menggunakan antikoagulan/pengencer darah (misal warfarin), aspirin (asam asetil salisilat), atau pun vasodilator. Vasodilator bekerja dengan memperlebar dan mengendurkan/merelaksasi pembuluh darah sehingga berpeluang mengurangi resiko terjadinya penyumbatan pembuluh darah.

Menurut sebuah studi yang dipublikan dalam The New England Journal of Medicine yang berjudul Aspirin for Preventing Recurrence of Venous Thromboembolism disebutkan bahwa pemberian aspirin berpotensi mengurangi resiko kekambuhan tromboembolisme vena pada pasien dengan tromboembolisme vena yang telah menghentikan penggunaan antikoagulan tanpa adanya peningkatan resiko pendarahan mayor.


Studi tersebut dilakukan dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa sekitar 20% pasien dengan tromboembolisme vena akan mengalami kekambuhan sekitar 2 tahun setelah dihentikannya terapi antikoagulan oral. Sedangkan penggunaan antikoaulan dalam jangka waktu lama beresiko meningkatkan pendarahan. Sementara itu penggunaan aspirin dalam pencegahan kekambuhan tromboembolisme vena tersebut belum diketahui secara pasti.


Peran aspirin dalam pencegahan tromboembolisme vena primer telah dievaluasi pada berbagai uji klinis. Sedangkan dalam studi ini, aspirin dikaitkan dengan pengurangan resiko yang berkisar antara 20-50%.

Dari hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa aspirin memang berperan mengurangi resiko kekambuhan tromboembolisme vena, dimana angka kekambuhan tromboembolisme vena pada pasien yang diterapi dengan aspirin adalah sebesar 6,6% dibandingkan dengan kelompok plasebo yang angka kekambuhannya sebesar 11,2%.