Rabu, 25 September 2013

MUAL DAN MUNTAH SELAMA KEHAMILAN




Kasus

Seorang wanita berusia 25 tahun mengalami mual dan muntah yang menetap selama 8 minggu terakhir sejak menstruasi terakhir pada kehamilan pertamanya. Sarana kesehatan primer enggan memberikan obat untuk pasien ini. Pasien mengalami penurunan berat badan sebesar 2,3 Kg dalam kurun waktu 6 minggu terakhir. Bagaimana sebaiknya terapi yang diberikan untuk pasien ini?.

Problem Klinis

Sekitar 50% wanita mengalami mual dan muntah pada awal kehamilannya, dan sekitar 25% wanita hamil muda mengeluh mual saja. Istilah "morning sicknes" adalah sebuah ironi, karena kondisi mual-muntah tersebut tak jarang bertahan sepanjang hari terutama pada wanita hamil muda yang mengalami mual dan muntah secara signifikan, sehingga seringkali berdampak pada hilangnya waktu kerja dan mengganggu hubungan dalam keluarga. Pada kelompok minoritas, wanita hamil dengan mual dan muntah dapat menyebabkan dehidrasi, penurunan berat badan bahkan memerlukan perawatan di rumah sakit. Kejadian hiperemesis gravidarum adalah sekitar 0,3-1,0%, kondisi ini ditandai dengan muntah terus-menerus, penurunan berat badan lebih dari 5%, ketonuria, kelainan elektrolit (hipokalemia), dan dehidrasi (urin tinggi).

Penyebab mual dan muntah pada kehamilan tidak jelas. Pengamatan menunjukan bahwa kehamilan dengan mola hidatidosa lengkap (tidak ada janin) berhubungan dengan mual dan muntah yang signifikan secara klinis, hal ini menunjukan bahwa stimulus diproduksi oleh plasenta, tidak oleh janin. Mual biasanya dimulai 4 minggu setelah periode menstruasi terakhir, dan biasanya mencapai puncaknya pada usia 9 minggu kehamilan. 60% kasus kehamilan yang disertai keluhan mual dan muntah akan berakhir pada akhir trimester pertama, dan 91% kasus berakhir pada usia kehamilan mencapai 20 minggu. Mual dan muntah lazimnya tidak terjadi pada wanita yang lebih tua, wanita multipara (telah melahirkan lebih dari 2 kali), dan wanita perokok; observasi ini dihubungkan dengan dugaan bahwa wanita tersebut memiliki volume plasenta yang lebih kecil. Dalam sebuah penelitian wanita hamil multipara yang mengalami mual dan muntah biasanya juga memiliki riwayat mual dan muntah pada kehamilan sebelumnya. Mual dan muntah berhubungan dengan penurunan resiko keguguran.

Mual dan muntah selama kehamilan berhubungan dengan level human chorionic gonadotropin (hCG).  Hal ini didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa hCG merangsang produksi estrogen dari ovarium, dimana estrogen diketahui mampu meningkatkan rangsang mual dan muntah. Wanita dengan kehamilan ganda (kembar) atau mola hidatidosa, yang memiliki kadar hCG melebihi wanita hamil normal beresiko mengalami mual dan muntah yang lebih parah. Teori lain menyatakan bahwa kekurangan vitamin B juga dapat berkontribusi, karena penggunaan suplemen vitamin B terbukti mampu mengurangi keluhan mual dan muntah. Beberapa ahli juga menyatakan bahwa mual dan muntah dapat juga dipengaruhi oleh faktor psikologis, namun tak ada bukti yang mendukung pernyataan tersebut.

Komplikasi kehamilan seperti hiperemesis gravidarum jarang dapat dicegah, termasuk komplikasi berupa neuropati perifer yang disebabkan defisiensi vitamin B6 dan B12 dan yang paling serius yaitu ensepalopati Wernicke’s yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B1. Opthalmoplegia, ataksia dan kebingungan dapat terjadi jika muntah terus-menerus setidaknya terjadi dalam kurun waktu 3 minggu. Jika pasien tersebut kemudian diterapi dengan pemberian cairan intravena dekstrosa tanpa vitamin B1, maka metabolisme yang cepat dari dekstrosa akan mengkonsumsi persediaan vitamin B1 yang ada yang lebih lanjut dapat mengakibatkan terjadinya ensefalopati akut. 

Bayi yang lahir dari ibu yang mengalami penurunan berat badan pada awal kehamilan akan cenderung memiliki berat badan lahir rata-rata yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang mengalami peningkatan berat badan atau relatif tetap pada awal kehamilannya. 

Strategi dan Bukti

 

Evaluasi
Hiperemesis gravidarum harus dibedakan dari kondisi lain yang mungkin dapat menyebabkan muntah yang menetap selama kehamilan, ternasuk kondisi gastrointestinal (misal usus buntu, hepatitis, pankreatitis, dan penyakit saluran empedu), pielonefritis, dan gangguan metabolisme seperti ketoasidosis diabetes, porfiria dan penyakit Addison.Onset mual dan muntah yang dimulai setelah 8 minggu sejak periode menstruasi terakhir jarang terjadi pada kehamilan. Kehadiran demam, sakit kepala, dan sakit perut pada wanita dengan hiperemesis menunjukan adanya penyebab lain. Pengujian laboratorium harus dilakukan yang meliputi:
  • Tingkat keton urin
  • Nitrogen urea darah
  • Kreatinin
  • Alanin transferase
  • Aspartat aminotransferase
  • Elektrolit
  • Amilase
  • Thyrotropin dan tiroksin bebas (T4)
Karena reaksi silang antara thyrotropin dan hCG serta rangsangan kelenjar tiroid, thyrotropin biasanya tertekan pada pasien tersebut. Hipertiroidisme biasanya sembuh secara spontan dan pengobatan dengan profiltiourasil (PTU) biasanya tidak mengurangi mual dan muntah. Pasien hipertiroidisme primer jarang mengalami muntah. Tingkat T4 dan thyrotropin pada pasien dengan hiperemesis umumnya sebanding dengan pasien penyakit Graves, hanya saja pasien hiperemesis tidak menunjukan gejala klinis penyakit Graves atau antibodi tiroid. Jika T4 bebas meningkat tanpa adanya gejala klinis penyakit Graves, maka tes ini harus diulang pada usia kehamilan sekitar 20 minggu, karena biasanya kadarnya akan menurun seiring ketiadaan hipertiroidisme. USG harus dilakuan untuk mendeteksi kemungkinan kehamilan ganda atau mola hidatidosa.

Manajemen
Wanita hamil harus disarankan untuk menghindari bau, makanan, dan suplemen yang memicu mual. Pemicu umum mual adalah makanan berlemak, makanan pedas dan suplemen zat besi. Pengalaman klinis menunjukan bahwa makan dalam jumlah kecil beberapa kali sehari dan minum cairan antara makanan dapat membantu. Secara tradisonal pasien disarankan untuk menyimpan makanan ringan didekat tempat tidur dan menghindari perut kosong. Makanan tinggi protein membantu mengurangi mual dibandingkan dengan sejumlah makanan dengan nilai kalori yang sama yang didominasi karbohidrat dan lemak.

Perempuan hamil dengan mual dan muntah yang menetap dengan konsentrasi keton yang tinggi memerlukan hidrasi intravena dengan multivitamin termasuk vitamin B1 dan ditindaklanjuti dengan pengukuran tingkat keton urin dan elektrolit. Agen antiemetik juga harus diresepkan pada pasien ini.

Terapi Farmakologis
Sekitar 10% wanita yang mual dan muntah pada awal kehamilannya memerlukan pengobatan. Terapi farmakologis termasuk vitamin B6, antihistamin, agen prokinetik dan obat lainnya.


Dalam sebuah uji terkontrol plasebo vitamin B6 10-25 mg setiap 8 jam terbukti efektif mengurangi mual dan muntah pada kehamilan. Dalam percobaan dimana tingkat mual diukur dengan menggunakan skor skala analog visual dengan rentang nilai skor 1 sampai 10 (skor yang lebih tinggi menunjukan keparahan mual), ditunjukan bahwa rata-rata skor pasien yang menerima terapi aktif adalah 4,3 dibandingkan dengan plasebo 1,8. Dalam sebuah studi juga diketahui adanya korelasi antara level vitamin B6 serum dengan tingkat keparahan morning sickness.

Kombinasi vitamin B6 dan antihistamin doksilamin (Bendectin) telah dilarang penggunaannya di Amerika Serikat pada tahun 1983 karena diduga teratogenik, meskipun dugaan tersebut belum dapat dibuktikan. Kombinasi tersebut masih digunakan di Kanada dengan nama dagang Dicletin, yang mana penggunaannya dikaitkan dengan penurunan insiden rawat inap pada wanita hamil dengan keluhan mual dan muntah. Kini sediaan oral vitamin B6 dan doksilamin dijual bebas di Amerika Serikat, dan studi observasional menunjukan bahwa kombinasi tersebut tidak bersifat teratogenik dan terbukti dapat menurunkan keluhan mual dan muntah hingga 70%. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) merekomendasikan kombinasi obat tersebut sebagai terapi lini pertama mual dan muntah pada wanita hamil.

Fenotiazin atau metoklopramid biasanya diresepkan jika terapi dengan antihistamin gagal. Prokloferazin juga tersedia dalam sediaan tablet bukal, yang terbukti mampu mengurangi efek sedasi obat ini dibandingkan jika diberikan melalui rute oral.

Metoklopramid merupakan agen prokinetik yang merupakan antagonis dopamin. Penggunaan obat ini dikaitkan dengan kasus tardive dyskinesia dan FDA telah mengeluarkan peringatan sehubungan penggunaan obat ini. Resiko berkembangnya komplikasi meningkat seiring lamamnya durasi pengobatan dan total dosis kumulatif, pengobatan terus-menerus selama 12 minggu atau lebih harus dihindari. Peringatan tersebut tidak hanya berlaku pada kasus kehamilan. Dalam uji coba acak diketahui bahwa terapi intravena metoklopramid dan intravena prometazin memberikan efektivitas yang sama dalam penanganan hiperemesis, namun metoklopramid memberikan efek samping mengantuk dan pusing yang lebih kecil. Dalam sebuah studi diketahui bahwa paparan metoklopramid pada wanita hamil trimester pertama menunjukan adanya hubungan yang signifikan dengan malformasi bawaan, bobot badan lahir rendah, persalinan prematur dan kematian perinatal.

Suatu antagonis reseptor 5-hidroksitriptamin 3 seperti ondansetron semakin banyak digunakan pada kasus hiperemesis, tetapi informasi keamanannya pada wanita hamil masih sangat terbatas. Dalam sebuah uji coba acak yang membandingkan efektivitas ondansetron dan prometazin diketahui bahwa efektivitas keduanya relatif sama, namun ondansetron memberikan efek sedasi yang lebih kecil. Dalam serangkaian kasus yang melibatkan 169 bayi yang terpapar ondansetron pada trimester pertama kehamilan 3,6% diantaranya mengalami malformasi utama; tingkat ini tidak jauh berbeda dengan yang terjadi pada kelompok kontrol.

Daftar-daftar obat yang dapat digunakan pada terapi mual dan muntah:
  1. Vitamin B6 (kategori FDA : A) dengan dosis 10-25 mg setiap 8 jam. Vitamin B6 tunggal atau dikombinasi dengan antihistamin merupakan terapi lini pertama mual dan muntah pada kehamilan
  2. Kombinasi vitamin B6 dan doksilamin (kategori FDA : A), dosis vitamin B6 10-25 mg setiap 8 jam, doksilamin: 25 mg saat menjelang tidur, ditambah 12,5 mg pada pagi dan siang hari jika diperlukan. Kombinasi ini memberikan efek sedasi.
  3. Kombinasi vitamin B6 dan doksilamin lepas lambat (Dicletin) (kategori FDA : A). Dicletin mengandung 10 mg vitamin B6 dan 10 mg doksilamin lepas lambat, dosis 2 tablet menjelang tidur dan 1 tablet tambahan pada pagi dan siang hari jika diperlukan.
Obat golongan antihistamin
  1. Doksilamin (kategori FDA : A), dosis 12,5-25 mg setiap 8 jam.
  2. Difenhidramin (kategori FDA : B), dosis25-50 mg setiap 8 jam
  3. Meklizin (kategori FDA : B), dosis 25 mg setiap 6 jam
  4. Hidroksizin (kategori FDA : C), dosis 50 mg setiap 4-6 jam
  5. Dimenhidrinat (kategori FDA : B), dosis 50-100 mg setiap 4-6 jam
Semua obat golongan ini memberikan efek samping sedasi.

Obat golongan Fenotiazin
  1. Prometazin (kategori FDA : C), dosis 25 mg setiap 4-6 jam. Pada pasien dengan cedera jaringan yang parah obat ini diberikan sebagai intravena (black-box warning
  2. Proklorperazin (kategori FDA : C), dosis 5-10 mg setiap 6 jam. Obat ini tersedia juga dalam sediaan bukal.
Obat golongan dopamin
  1. Trimetobenzamid (kategori FDA : C), dosis 300 mg setiap 6-8 jam
  2. Metoklopramid (kategori FDA : B), dosis 10 mg setiap 6 jam. Obat ini dapat menyebabkan tardive dyskinesia
  3. Droperidol (Kategori FDA : C), dosis 1,25-2,5 mg intramuskular atau intravena
Obat Golongan antagonis reseptor 5-hidroksitriptamin 3
  1. Ondansetron (kategori FDA : B), dosis 4-8 mg setiap 6 jam
Obat golongan glukokortikoid
  1. Metilprednisolon (kategori FDA : C), dosis 16 mg setiap 8 jam selama 3 hari, kemudian dosis diturunkan perlahan selama 2 minggu. Peningkatan resiko bibir sumbing dapat terjadi jika digunakan sebelum 10 minggu usia kehamilan.
Ginger ekstrak (kategori FDA : C) dosis 125-250 mg setiap 6 jam. Obat ini tersedia sebagai suplemen makanan. Dapat menyebabkan efek samping refluks dan mulas.

Droperidol terbukti efektif dalam mengatasi mual dan muntah pada kehamilan namun penggunaanya telah banyak berkurang karena potensi merugikan dari obat ini. Obat ini dapat menyebabkan interval QT berkepanjangan pada elektrokardiografi (EKG), dan berpotensi menyebabkan aritmia yang fatal, kematian juga dapat terjadi saat dosis yang digunakan lebih rendah dari dosis standar. Pasien yang menerima terapi droperidol harus menjalani tes EKG 12-lead sebelum, selama dan 3 jam setelah pemberian droperidol.

Terapi Alternatif dan Pendukung
Terapi alternatif seperti akupunktur dan pemberian ekstrak jahe harus diteliti lebih lanjut, dan pada beberap percobaan hasilnya tidak konsisten. Dalam sebuah percobaan yang melibatkan 33 pasien hiperemesis gravidarum, akupunktur mampu mengurangi gejala mual dan muntah. Sedangkan perbandingkan penggunaan akupunktur tradisional dan akupunktur sham tampak tidak ada perbedaan hasil.

Dalam sebuah uji efektivitas ekstrak jahe (kapsul) terhadap penanganan mual dan muntah, diketahui bahwa ekstrak jahe memberikan efek yang mirip dengan vitamin B6.Efek samping ekstrak jahe ini berupa refluks dan mulas relatif ringan. Ekstrak jahe lebih dianggap sebagai suplemen makanan bukan sebagai obat.

Manajemen Kasus Refraktori
Pasien wanita hamil dengan komplikasi mual dan muntah yang tak terkontrol dengan pemberian regimen obat rawat jalan memerlukan hidrasi intravena dan suplemen makanan. Pemberian makanan melalui tuba enteral mungkin efektif, meskipun pasien tetap mengalami gangguan mual. Pemberian nutrisi parenteral dihubungkan dengan resiko sepsis (25%), steatohepatitis juga dapat terjadi pada penggunaan emulsi lipid selama kehamilan. Mengingat risiko ini nutrisi parenteral harus diberikan pada pasien yang mengalami penurunan berat badan yang signifikan secara klinis (>5%) dari berat badan yang tidak memberikan respon terhadap antiemetik.


Kesimpulan

 

Pada wanita hamil trimester pertama dengan komplikasi mual dan muntah disertai kehilangan/penurunan berat badan, terapi farmakologis dibenarkan. Perlu juga untuk mempertimbangkan mencari kemungkinan lain yang dapat menyebabkan mual dan muntah tersebut seperti sakit kepala migrain atau gangguan gastrointestinal. Tingkat nitrogen urea darah, kreatinin, SGPT, aminotransferase aspartat, elektrolit dan amilase harus dikaji. Merubah pola makan dalam porsi kecil dengan frekuensi yang sering dapat membantu mengatasi mual dan muntah. Vitamin B6 tunggal atau dalam kombinasi dengan doksilamin merupakan terapi farmakologis lini pertama. Jika terapi lini pertama kurang berhasil, maka fenotiazin, metoklopramid, ondansetron dapat dicadangkan. Metilprednisolon harus disiapkan pada kondisi refrakter setelah usia kehamilan mencapai 10 minggu. Pemberian terapi alternatif seperti akupunktur dan ekstrak jahe dapat dicoba setiap saat.

http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp1003896