Penggolongan berbagai senyawa kimia dialam yang sangat melimpah baik dari segi jumlah maupun jenisnya berdasarkan sifat asam dan basa sangat membantu para ilmuwan dalam menyederhanakan obyek studi mereka, sehingga mempermudah proses pembelajaran berikutnya. Senyawa-senyawa dialam yang dapat dikelompokkan kedalam kelompok senyawa asam atau basa sangat melimpah jumlahnya, dengan tingkat keasaman dan kebasaan yang bervariasi.
Tentu tidak semua orang mengerti akan konsep asam dan basa ini, meski hampir dapat dipastikan setiap orang hampir setiap hari berhubungan dengan zat-zat baik yang bersifat asam maupun basa dalam kehidupannya. Sebagai contoh, makanan yang kita konsumsi umumnya bersifat asam, sedangkan produk-produk pembersih seperti sabun dan detergen bersifat basa.
Istilah asam (acid) berasal dari bahasa Latin Acetum yang berarti cuka. Sedangkan istilah alkali (sebutan lain untuk basa) berasal dari bahasa Arab yang berarti abu. Basa digunakan dalam pembuatan sabun. Asam dan basa memiliki sifat khas yang saling menetralkan. Dialam, asam ditemukan dalam buah-buahan dan produk lain dari tanaman. Asam mineral yang lebih kuat telah dibuat pada pertengahan abad 19, seperti aqua forti (asam nitrat) yang digunakan dalam proses pemisahan emas.
Sifat asam dan basa juga sangat berpengaruh terhadap kondisi lingkungan dan makhluk hidup pada lingkungan tersebut. Keasaman tanah akan akan berpengaruh terhadap kondisi tumbuhan yang ada diatasnya. Kualitas air juga ditentukan dengan mengukur tingkat keasamannya. Hujan asam bahkan akan menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan.
Umumnya senyawa asam atau basa murni (tidak bercampur dengan senyawa lain) yang ada dialam berbentuk larutan. Begitupun dalam keperluan analisis, umumnya dilakukan dalam bentuk larutannya.
SIFAT-SIFAT ASAM DAN BASA
Secara umum asam dan basa memiliki sifat yang berbeda dan berlawanan.
Sifat-sifat asam:
- Rasanya masam ketika dilarutkan dalam air
- Asam terasa menyengat saat disentuh, terutama bila asam tersebut adalah asam kuat
- Dari segi reaktivitasnya, asam bereaksi kuat dengan kebanyakan logam, atau bersifat korosif terhadap logam
- Dari segi daya hantar listriknya, asam walaupun tidak selalu ionik, ia bersifat elektrolit atau dapat menghantarkan arus listrik.
Sifat-sifat basa:
- Rasanya pahit
- Terasa licin seperti sabun saat disentuh
- Dari segi reaktivitasnya, senyawa basa bersifat kaustik yaitu dapat merusak kulit jika senyawa basa tersebut berkadar tinggi
- Basa juga merupakan senyawa elektrolit atau dapat menghantarkan arus listrik
Berkaitan dengn asam basa ini, suatu larutan dapat dikelompokan menjadi larutan asam, basa dan netral. Meskipun larutan asam dan basa memiliki rasa yang sangat berbeda, namun membedakan senyawa asam dan basa dengan cara mencicipinya, bukanah cara yang bijaksana dan sanga tidak dianjurkan. Karena banyak senyawa asam atau basa tersebut yang akan menimbulkan efek merugikan yang berarti terhadap kesehatan. Sebagai contoh asam sulfat (H2SO4) dapat menyebabkan luka bakar yang serius. Penggunaan indikator asam basa adalah cara terbaik saat ini yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah larutan tersebut bersifat asam, basa, atau netral.
Sifat asam dan basa suatu larutan juga dapat ditunjukan dengan mengukur PHnya. PH merupakan suatu parameter yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman larutan. Larutan asam mempunyai PH yang lebih kecil dari 7, larutan basa mempunya PH lebih dari 7 dan larutan netral memiliki PH 7. Untuk mengukur PH dapat digunakan alat PH meter atau indikator PH (indikator universal).
TEORI ASAM BASA
Dipertengahan abad ke 17, Kimiawan Jerman Johann Rudolf Glauber yang tinggal di Belanda, menghasilkan dan menjual berbagai bahan kimia asam dan basa. Dia dikenal sebagai insinyur kimia pertama. Pada masa itu pulalah dimulai studi mendalam mengenai asam dan basa ini. Boylem, rekan sezaman Glauber menemukan metode penggunaan pewarna yang diperoleh dari tanaman Roccella sebagai indikator asam dan basa. Pada saat itu telah diketahui bahwa senyawa asam dan basa memiliki sifat yang berlawanan dan dapat meniadakan satu sama lain. Sebelum perkembangan kimia asam didefinisikan sebagai sesuatu yang masam, dan alkali atau basa sebagai sesuatu yang akan menghilangkan atau menetralkan efek asam.
Awalnya ada kebingungan tentang sifat dasar asam. Pada saat itu oksigen dianggap sebagai komponen penting dari asam. Bahkan nama "Oksigen" yang dalam bahasa Yunani berarti "sesuatu yang masam" diambil karena adanya anggapan tersebut.
Pada pertengahan abad 19, Davy menemukan bahwa hidrogen klorida (HCl) dalam larutan air memberikan sifat asam, namun senyawa ini tidak mengandung komponen oksigen. Fakta tersebut pun kemudian mematahkan anggapan sebelumnya yang menganggap bahwa sifat asam ditentukan oleh adanya unsur oksigen. Dan sebagai gantinya, ia mengusulkan bahwa hidrogen adalah komponen penting dalam asam.
Sifat asam pertama dapat diketahu secara kuantitatif pada akhir abad 19. Tahun 1884, Kimiawan Swedia Svante August Arrhenius mengemukan teori disosiasi elektrolit yang menyatakan bahwa elektrolit semacam asam, basa dan garam terdisosiasi menjadi ion-ion komponennya dalam air. Lebih lanjut ia mengatakn bahwa beberapa elektrolit terdisosiasi sempurna (elektrolit kuat) dan beberapa diantaranya hanya akan terdisosiasi sebagian (elektrolit lemah). Teori asam basa berkembang pesat sejak diungkapkannya teori ini.
Hingga kini, terdapat tiga 3 teori asam basa yang terkenal dan digunakan secara umum dalam dunia pendidikan. Teori tersebut adalah Teori Arrhenius, Teori Bronste-Lowry, dan Teori Lewis.
Teori Asam Basa Arrhenius
Tahun 1886, Arrhenius mengungkapkan teori asam basanya berdasarkan teori disosiasi elektrolit. Arrhenius mendefinisikan asam sebagai zat yang menghasilkan ion hidrogen (H+) dalam larutan. Sedangkan basa adalah zat yang menghasilkan ion hdroksida (OH-) dalam larutan. Penetralan antara asam dan basa dapat terjadi karena ion H+ dan OH- bereaksi membentuk molekul air (H2O).
Suatu senyawa asam seperti asam klorida (HCl) akan dinetralkan oleh natrium hidroksida (NaOH) dalam larutan amonia. Dalam kasus tersebut, akan diperoleh larutan jernih yang dapat dikristalkan untuk memisahkan senyawa natrium klorida (NaCl) maupun amonium klorida (NH4Cl) sebagai produk reaksi tersebut. Dalam kasus tersebut HCl bereaksi dengan NaOH membentuk garam NaCl dan air, dan dengan amonia (NH4OH) HCl bereaksi membentuk NH4Cl dan air. Prinsip reaksi pada keduanya adalah sama, yaitu reaksi netralisasi.
Jumlah ion H+ yang dapat dihasilkan oleh satu molekul asam disebut valensi asam, sedangkan ion negatif yang terbentuk dari asam setelah melepaskan ion H+ disebut ion sisa asam. Contoh-contoh senyawa asam adalah:
- HF (asam fluorida), bervalensi 1 dengan ion sisa F-
- HCl (asam klorida), valensi 1, ion sisa Cl-
- HBr (asam bromida), valensi 1, ion sisa Br-
- HCN (asam sianida), valensi 1, ion sisa CN-
- H2S (asam sulfida), valensi 2, ion sisa S2-
- HNO3 (asam nitrat), valensi 1, ion sisa NO3-
- H2SO4 (asam sulfat), valensi 2, ion sisa Sulfat
- H3PO4 (asam fosfat), valensi 3, ion sisa fosfat
- CH3COOH (asam asetat), valensi 1, ion sisa asetat
Basa Arrhenius adalah senyawa hidroksida logam M(OH)x yang dalam air terurai menjadi :
M(OH)x -----> Mx+ + xOH-
Jumlah ion OH- yang dapat dilepaskan oleh molekul basa disebut valensi basa. Contoh beberapa senyawa basa adalah:
- NaOH (natrium hidroksida)
- KOH (kalium hidroksida)
- Mg(OH)2 (magnesium hidroksida)
- Ca(OH)2 (kalsium hidroksida)
- Fe(OH)3 (besi(III) hidroksida)
- Al(OH)3 (aluminium hidroksida)
Konsep pH, pOH dan pKw
Konsep pH
Jeruk nifis dan cuka sama-sama memiliki sifat asam, namun dengan tingkat keasaman yang berbeda. Derajat atau tingkat keasaman larutan bergantung pada konsentrasi ion H+ dalam larutan. Semakin besar konsentrasi ion H+ maka semakin asam larutan tersebut.
Untuk menyatakan derajat keasamannya, maka Soren Lautiz Sorensen memperkenalkan suatu bilangan sederhana untuk menyatakan keasaman larutan tersebut. Bilangan ini diperoleh dari hasil logaritma konsentrasi ion H+ dalam larutan tersebut. Bilangan tersebut terkenal dengan istilah skala pH. Harga pH berkisar antara 1-14.
pH = -log [H+]
Karena pH dan konsentrasi H+ dihubungkan dengan tanda negatif, maka makin besar konsentrasi H+ makin kecil nilai pH. Dan karena bilangan dasar logaritma adalah 10, maka larutan dengan nilai pH berbeda sebesar n, maka akan mempunyai perbedaan konsentrasi ion H+ sebesar 10n.
Sebagai contoh:
[H+] = 0,01 M, maka pH = 2
[H+] = 0,001 M, maka pH = 3
maka dapat disimpulkan bahwa, makin besar konsentrasi ion H+, maka makin kecil pHnya. Larutan dengan pH 1 memiliki keasaman 10 kali lebh besar dari larutan asam dengan pH 2.
Konsep pOH
pOH analog dengan pH yaitu suatu cara untuk menyatkan kadar OH- pada larutan basa.
pOH = -log [OH-]
Meskipun konsentrasi OH- dapat dinyatakan dengan pOH, tingkat kebasaan lebih lazim dinyatkan dengan pH, yaitu dengan nilai pH lebih dari 7. Semakin tinggi nilai pH maka semakin tinggi sifat basanya. Larutan pH 13, 10 kali lebih basa dibandingkan dengan larutan pH 12.
Konsep pKw
Hubungan antara pH dan pOH dapat diturunkan dari persamaan kesetimbangan air (Kw).
Kw = [H+] x [OH-]
Jika kedua ruas persamaan diberi tanda negatif logaritma, maka diperoleh persamaan:
-log Kw = -log [H+] x [OH-]
-log Kw = (-log[H+]) + (-log[OH-])
Dengan p = -log, maka:
pKw = pH + pOH
Pada suhu kamar, air memiliki harga Kw = 1x10-14 maka nilai pH + pOH = pKw = 14.
Pengukuran pH
Dalam penentuan pH larutan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan menggunakan indikator, indikator universal maupun pH meter.
Penggunaan Indikator
Indikator yang digunakan untuk mengukur pH larutan adalah senyawa asam organik lemah yang dapat berubah warna pada rentang pH tertentu. Harga pH suatu larutan dapat diperkirakan dengan menggunakan trayek pH indikator. Suatu indikator mempunyai trayek perubahan warna yang berbeda-beda. Dengan demikian dari uji larutan dengan beberapa indikator akan diperoleh daerah irisan pH larutan. Contoh suatu larutan dengan brom timol biru (pH 6,0-7,6) berwarna biru, dengan fenoftalein (8,3-10,0) tidak berwarna, maka larutan tersebut mempunyai pH antara 7,6-8,3. Hal ini disebabkan jika brom timol biru berwarna biru, berarti pH larutan lebih besar dari 7,6 dan jika dengan fenoftalein tidak berwarna berarti pH larutan kurang dari 8,3.
Tabel trayek perubahan warna beberapa indikator pH dapat dilihat pada tabel ini.
Penggunaan Indikator Universal
pH suatu larutan juga dapat ditentukan dengan indikator universal, yaitu campuran beberapa indikator yang dapat menunjukan pH suatu larutan dari perubahan warnanya.
Tabel perubahan warna indikator universal dan beberapa contoh bahan makanan yang mewakili masing-masing pH dapat dilihat pada tabel ini.
Penggunaan pH meter
pH meter adalah alat pengukur pH dengan ketelitian yang lebih tinggi dibanding indikator.
Teori Asam Basa Bronsted-Lowry
Hidrogen klorida (HCl) dalam air bersifat asam dengan melepaskan ion H+, namun dalam benzena HCl tidak dapat melepaskan ion H+. Hal ini disebabkan airlah yang menarik atau mengikat ion H+ (proton) dari HCl. Sedangkan benzena, tidak memiliki kecenderungan untuk menarik ion H+, sehingga HCl tak terdisosiasi dalam benzena. Jadi dalam air, HCl terionisasi membentuk ion H3O+.
Menurut teori Bronsted-Lowry, asam adalah zat yang dapat menghasilkan dan mendonorkan proton (H+) pada zat lain, sedangkan basa adalah zat yang dapat menerima proton dari zat lain. Menurut teori ini, setiap zat dapat berperan sebagai asam maupun basa. Bila zat tertentu lebih mudah melepas proton, maka zat ini akan berperan sebagai asam, dan zat lainnya akan berperan sebagai basa, dan demikin pula sebaliknya. Dalam suatu larutan asam, air berepran sebagai basa.
HCl + H2O ->
Cl- + H3O+
Asam basa basa konjugat asam konjugat
H2O + CO32- -> OH- + HCO3-
Asam basa
basa konjugat asam
konjugat
Zat seperti air yang dapat berperan sebagai asam atau basa disebut sebagai zat amfoter. Air adalah zat amfoter yang khas. Reaksi antara dua molekul air akan menghasilkan ion hidronium dan ion hidroksida.
H2O + H2O -> OH- + H3O+
Asam basa basa konjugat asam konjugat
Teori Asam Basa Bronsted-Lowry
Teori asam basa Bronsted-Lowry ini dinyakan oleh kimiawan Denmark Johannes Nicolaus Bronsted dan kimiawan Inggris Thomas Martin Lowry pada tahun 1923. Teori mereka mengungkapkan konsep asam dan basa dalam lingkup yang lebih luas dari teori asam basa Arrhenius. Suatu zat dapat dikatakan asam jika zat tersebut mampu menghasilkan dan mendonorkan proton (H+) pada zat lain, sedangkan basa adalah zat yang dapat menerima proton (H+) dari zat lain. Berdasarkan teori ini, maka reaksi antara HCl dan NH3 dapat ditulis dengan persamaan berikut:
HCl + NH3 -> NH4Cl
Dibandingkan dengan toeri asam basa Arrhenius, teori Bronsted-Lowry memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dalam aplikasinya. Teori Bronsted-Lowry tidak hanya dapat diterapkan pada pelarut air, tapi juga pada pelarut-pelarut lain yang mengandung hidrogen, bahkan dapat juga diterapkan pada kondisi tanpa pelarut. Teori ini juga bermanfaat untuk menyatakan asam dan basa bukan hanya pada molekul, namun dapat juga pada anion atau kation.
Teori Asam Basa Lewis
Menurut Lewis suatu zat dapat dikatakan asam jika zat tersebut dapat menerima pasangan elektron bebas dan sebaliknya suatu zat dinyatakan basa jika zat tersebut dapat menyumbangkan sepasang elektron bebas. Konsep asam dan basa ini sangat membantu menjelaskan reaksi senyawa organik dan reaksi pembentukan senyawa kompleks yang tidak melibatkan ion hidrogen maupun proton. Sebagai contoh reaksi yang terjadi pada NH3 dan BF3 yang dapat ditulus dengan persamaan:
NH3 + BF3 -> F3B-NH3.
Pada reaksi diatas NH3 dapat dikatakan basa karena memiliki sepasang elektron bebas, sedangkan BF3 kekurangan elektron, sehingga kedua senyawa tersebut saling bereaksi melalui sepasang elektron bebas yang digunakan bersama.
Berdasarkan kemampuan mengionnya, baik asam maupun basa dapat dibedakan kekuatannya, yaitu asam kuat dan asam lemah, serta basa kuat dan basa lemah.
Teori Asam Basa Bronsted-Lowry
Teori asam basa Bronsted-Lowry ini dinyakan oleh kimiawan Denmark Johannes Nicolaus Bronsted dan kimiawan Inggris Thomas Martin Lowry pada tahun 1923. Teori mereka mengungkapkan konsep asam dan basa dalam lingkup yang lebih luas dari teori asam basa Arrhenius. Suatu zat dapat dikatakan asam jika zat tersebut mampu menghasilkan dan mendonorkan proton (H+) pada zat lain, sedangkan basa adalah zat yang dapat menerima proton (H+) dari zat lain. Berdasarkan teori ini, maka reaksi antara HCl dan NH3 dapat ditulis dengan persamaan berikut:
HCl + NH3 -> NH4Cl
Dibandingkan dengan toeri asam basa Arrhenius, teori Bronsted-Lowry memiliki fleksibilitas yang lebih tinggi dalam aplikasinya. Teori Bronsted-Lowry tidak hanya dapat diterapkan pada pelarut air, tapi juga pada pelarut-pelarut lain yang mengandung hidrogen, bahkan dapat juga diterapkan pada kondisi tanpa pelarut. Teori ini juga bermanfaat untuk menyatakan asam dan basa bukan hanya pada molekul, namun dapat juga pada anion atau kation.
Teori Asam Basa Lewis
Menurut Lewis suatu zat dapat dikatakan asam jika zat tersebut dapat menerima pasangan elektron bebas dan sebaliknya suatu zat dinyatakan basa jika zat tersebut dapat menyumbangkan sepasang elektron bebas. Konsep asam dan basa ini sangat membantu menjelaskan reaksi senyawa organik dan reaksi pembentukan senyawa kompleks yang tidak melibatkan ion hidrogen maupun proton. Sebagai contoh reaksi yang terjadi pada NH3 dan BF3 yang dapat ditulus dengan persamaan:
NH3 + BF3 -> F3B-NH3.
Pada reaksi diatas NH3 dapat dikatakan basa karena memiliki sepasang elektron bebas, sedangkan BF3 kekurangan elektron, sehingga kedua senyawa tersebut saling bereaksi melalui sepasang elektron bebas yang digunakan bersama.
Berdasarkan kemampuan mengionnya, baik asam maupun basa dapat dibedakan kekuatannya, yaitu asam kuat dan asam lemah, serta basa kuat dan basa lemah.
TITRASI ASAM BASA
Titrasi merupakan salah satu metode analisis kuantitatif untuk mengetahui kadar zat dalam suatu larutan (sampel) dengan suatu larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya. Suatu zat yang akan ditentukan kadarnya disebut titran sedangkan larutan standar yang telah diketahui kadarnya disebut titer atau pentiter.
Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat dalam proses titrasi. Titrasi yang melibatkan senyawa asam-basa melalui reaksi netralisasi, maka disebut titrasi asam basa yang dapat berupa asidimetri (titer berupa senyawa asam) ataupun alkalimetri (titer berupa senyawa basa). Dalam sebuah titrasi pentiter ditambahkan tetes demi tetes hingga tercapai keadaan ekuivalen (dimana titran tepat habis bereaksi dengan titer), kondisi tersebut disebut titik ekivalen. Dalam sebuah titrasi, selalu diperlukan indikator yang akan berperan dalam menentukan kapan suatu titrasi harus dihentikan, yaitu pada titik akhir titrasinya. Titik akhir titrasi seharusnya mendekati titik ekivalennya, namun umumnya akan melebihi titik ekivalen tersebut.
Dalam menguji apakah suatu reaksi asam basa layak atau tidak untuk digunakan dalam titrasi, maka terlebih dahulu dibuat kurva titrasi. Kurva titrasi terdiri dari ploh pH atau pOH terhadap mililiter (ml) titer. Kurva akan bermanfaat untuk menilai kelayakan titrasi dan dalam pemilihan indikator yang tepat.