Rabu, 28 November 2012

STUDI KASUS; RUPTURE UTERI




PRESENTASI KASUS

Seorang wanita berusia 27 tahun dengan gravida 3, para 2, dirawat di rumah sakit Ethiopia karena nyeri perut berat selama persalinannya, dengan penghentian kontraksi. 
Kondisi kesehatan pasien baik. Pasien juga menerima perawatan kehamilan normal (4 kali kunjungan) disebuah pusat kesehatan didekat rumah sakit ini selama kehamilan, yang dimulai pada usia 20 minggu kehamilan. Dia memiliki riwayat kelahiran pervaginam 5 tahun yang lalu dengan bobot badan lahir bayi sebesar 2800 gram, dan 3 tahun yang lalu pasien ini mengalami persalinan dengan bayi meninggal dunia, penyebab kematian bayi dan berat lahir bayi tidak diketahui, otopsi tidak dilakukan. Ultrasonografi (USG) selama kehamilan ini belum dilakukan. Semua kehamilan berasal dari ayah yang sama. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit atau prosedur pembedahan. Pasien juga tidak melakukan sirkumsisi. Pasien tinggal didaerah pedesaan terpencil di Ethiopia Utara dan tinggal bersama suami dan anak-anaknya.

Pada beberapa hari sebelum masuk di rumah sakit, diusia kehamilan yang telah mencukupi untuk melahirkan, persalinan spontan dimulai dirumahnya dengan dibantu oleh seorang dukun beranak. Sekitar 24 jam sebelum masuk rumah sakit, dia mulai aktif mendorong/mengedan. Sekitar 3 jam sebelum masuk rumah sakit terjadi perdarahan pervagina secara tiba-tiba yang disertai nyeri yang parah dan diikuti dengan penghentian kontraksi yang progresif. Pasien kemudian dibawa ke rumah sakit dengan hanya ditemani suaminya setelah menempuh perjalanan sekitar 2 jam. Pasien dibawa ke rumah sakit Ayder, sebuah rumah sakit pendidikan untuk College of Health Sciences at Mekelle University in Mekelle, Ethiopia.

Pada pemeriksaan awal, pasien dinyatakan sadar dengan kondisi pucat dan lemah. Tekanan darah 60/30 mm Hg dengan denyut nadi 112 denyut permenit dan lemah. Membran mukosa kering dan konjungtiva putih. Perut buncit tidak teratur. Pada bagian perut yang teraba adanya janin, bunyi jantung janin tidak terdengar, ada pergeseran perut kusam, dan adanya sensasi perut. Hematokrit 12%. Cairan infus diserap dengan cepat.  Setelah 30 menit kedatangan pasien dilakukan sebuah prosedur.

DIFFERENSIAL DIAGNOSIS


Dr. Birhanu Sendek Getahun: seorang wanita yang awalnya sehat memiliki onset sakit perut mendadak, perdarahan vagina dan penghentian kontraksi setelah 24 jam mendorong aktif. Kondisi emergensi terjadi di rumah, tanpa adanya tenaga medis yang membantu. Mencapai rumah sakit terdekat setelah menempuh perjalanan yang cukup lama dan tanpa adanya dukungan medis. 

Differensial diagnosis untuk kasus ini berupa nyeri abdomen yang parah selama persalinan termasuk nyeri yang disebabkan oleh faktor yang berhubungan dengan kehamilan dan tidak berhubungan dengan kehamilan. Setiap peristiwa nyeri akut yang terjadi selama kehamilan dapat dikelompokan menjadi:
Disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan kehamilan
  • korioamnionitis
  • solusio plasenta
  • rusaknya gravida uterus
Disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan kehamilan
  • ginekologis; torsi kista ovarium, pecahnya kista ovarium
  • nonginekologis; strangulasi hernia, obstruksi usus, kolik ginjal, apendiksitis akut.
Dalam hal ini nyeri perut akut yang berhubungan dengan terhentinya kontraksi, maka kemungkinan nyeri akut tersebut berhubungan dengan kehamilan.

Korioamnionitis
Penyebab ini merupakan penyebab yang paling umum dan paling mungkin. Infeksi cairan ketuban dapat mengakibatkan endomyometritis, dengan pelembutan uterus dan nyeri. Korioamnionitis merupakan gangguan yang relatif umum pada kehamilan. Wanita dengan perpanjangan kala pembukaan (prolonged of labour) dan ketuban pecah dini yang telah mengalami pemeriksaan panggul sering beresiko mengalami infeksi cairan ketuban dan pasien ini mengalami perpanjangan kala pembukaan dan telah mendorong (mengedan) selama 24 jam. Dalam hal ini tidak diketahui apakah ketuban telah pecah serta apakah telah dilakukan pemeriksaan panggul atau belum. Demikian pula tidak diketahui kemungkinan adanya riwayat demam dan apakah pasien mengalami keputihan berbau busuk atau tidak. Namun lebih lanjut, tanpa mengesampingkan kemungkinan korioamnionitis, adanya eksaserbasi akut nyeri abdomen dengan penghentian kontraksi sangat tidak mungkin hadir dalam gangguan ini.

Solusio Plasenta
Solusio plasenta yang parah dapat menyebabkan eksaserbasi nyeri perut akut selama persalinan dan perdarahan vagina berat yang diikuti dengan syok. Selain itu kematian janin mendadak juga dapat terjadi jika solusio plasenta total terjadi. Dengan kondisi yang terjadi pada pasien, diagnosis ini layak dipertimbangkan. 

Solusio plasenta terjadi ketika seluruh atau sebagian plasenta terdorong dari dinding endometrium oleh darah arteri ibu. Perfusi plasenta menghilang secara mendadak sehingga mengakibatkan kematian janin dan perdarahan bagi sang ibu. Ada banyak faktor pada ibu hamil yang berhubungan dengan kasus ini, seperti:
  • Hipertensi
  • Trauma
  • Paparan asap rokok
  • Konsumsi alkohol
  • Penggunaan kokain
  • Riwayat solusio plasenta sebelumnya
  • Multigraviditas
  • Dan usia kehamilan 
selain itu, sering kali solusio plasenta ini disebabkan oleh sebab-sebab yang tidak diketahui (idiopatik).

Pada kasus ini, pada pemeriksaan abdomen teridentifikasi bagian yang teraba janin dan adanya bukti perdarahan peritoneal. Temuan ini menunjukan adanya penyebab yang berbeda, dan diduga adanya pecah rahim.

Pecah Uterus (Ruptur Uteri)
Pecahnya gravida uterus melewati semua ketebalan miometrium. Hal ini disebabkan oleh pembukaan dimana janin dan plasenta intraperitoneal diekstrusi dengan berakhirnya kontraksi uterus. Pemisahan lengkap atau sebagian rahim dari serviks atau cairan myometrium atau pengeluaran isi kandungan menyebabkan terhentinya kontraksi. Pecah uterus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
  1. Berdasarkan penyebabnya: spontan atau trauma
  2. Berdasarkan luasnya ruptur: komplit atau tak komplit
  3. Berdasarkan situs anatominya; anterior melintang, lateral kiri, lateral kanan, fundal, atau kombinasi
  4. Berdasarkan riwayat uterus; sebelumnya kelahiran SC, pembedahan uterus sebelumnya, atau tempat Cervical cerclage
  5. Berdasarkan hubungannya dengan persalinan; ante partum, intra partum atau post partum
Pecah uterus (ruptur uteri) merupakan kasus yang jarang terjadi dinegara-negara maju, namun sangat sering terjadi dinegara-negara miskin. Rupture uteri merupakan salah satu penyebab kematian ibu dan janin yang umum dinegara-negara terbelakang. Prevalensi pecah uterus adalah sekitar 1 kasus per 4800 kasus persalinan dinegara maju dan 1 dari 325 kasus persalinan dinegara tertinggal (termasuk Ethiopia), dan 1 dari 56 kasus persalinan pada daerah-daerah yang sangat kekurangan sumber daya kesehatan seperti pada beberapa daerah di Ethiopia.

Sebab-sebab terjadinya Pecah Uterus
  1. Trauma. Trauma ini akan sering menyebabkan pecah uterus apabila rahim berparut. Luka uterus dapat terjadi karena cesarean section, myomektomi atau metroplasties. Pecah uterus traumatik dapat terjadi selama penggunaan obat uterotonika, persalinan dengan alat bantu atau prosedur obstetri lainnya. Pecah uterus spontan dapat terjadi tanpa persalinan, namun lebih sering merupakan komplikasi persalinan.
  2. Pada daerah dengan perawatan kebidanan yang terbatas, kasus pecah uterus dapat terjadi pada sekitar 75% kasus. Pecah uterus spontan dapat terjadi pada uterus tanpa parut sebagai konsekuensi perpanjangan kala persalinan. Pecahnya uterus ini dapat disebabkan oleh disproporsi cephalopelvic, letak sungsang, malpresentasi dan malformasi kongenital (misal janin asites atau kembar siam)
  3. Pernikahan dini dan kehamilan pada remaja yang belum sepenuhnya matang medis, kurang gizi dan praktek persalinan tradisional yang membahayakan merupakan faktor lain yang dapat meningkatkan resiko komplikasi kehamilan termasuk pecah uterus.
Presentasi Klinis
  1. Nyeri abdomen yang tajam disertai dengan berhentinya kontraksi
  2. Hilangnya dorongan untuk mengedan dan perdarahan pervagina
  3. Biasanya syok dengan takikardia, takipnea, dehidrasi, demam dan kebingungan akibatnya banyaknya kehilangan darah
  4. Pada pemeriksaan perut, janin teraba, area kelembutan, tidak terdengar detak jantung janin dan tanda-tanda pengumpulan cairan
  5. Pada pemeriksaan vagina terlihat adanya dilatasi serviks dengan bukti disproporsi cephalopelvic.
Situs yang paling umum dari pecah uterus spontan adalah dengan segmen anterior melintang rendah diikuti dengan segmen lateral kiri.

Manajemen dan Pencegahan
Manajemen pecah uterus dimulai dengan pemberian cairan kristaloid, transfusi darah intravena, dekompresi lambung dengan penyisipan tabung nasogastrik, kateterisasi urinasi, dan pengobatan dengan antibiotik spektrum luas. Laparatomi adalah perawatan standar untuk semua kasus pecah uterus dan kasus-kasus dimana ada kekhawatiran klinis tentang pecahnya uterus karena adanya sakit rahim yang ekstrim, kontraksi tetanus, dan sejarah perpanjangan persalinan. Keputusan manajemen definitif dibuat atas dasar keinginan pasien dengan mempertimbangkan kesburan dimasa depan, durasi ruptur, dan ada tidaknya komplikasi seperti infeksi. Dengan demikian manajemen dapat berkisar seputar perbaikan dengan atau tanpa ligasi tuba dengan histerektomi abdominal total. Resiko atonia uteri persisten adalah faktor utama dalam keputusan tentang apakah akan melanjutkan ke histerektomi atau tidak.

Manajemen pasca operasi dalam kasus ini sama rumitnya dengan prosedur operasi itu sendiri. Tindakan pasca operasi meliputi transfusi, pengistirahatan kandung kemih, perawatan luka dan pemberian antibiotik. Morbiditas dan mortalitas pasca operasi tetap tinggi. Setelah perbaikan, resiko pecah uterus lain tetap mungkin terjadi, oleh karena itu dalam manajemen ini hampir selalu melibatkan ligasi bilateral tuba. Keputusan melakukan ligasi tuba ini harus dilakukan atas persetujuan pasien dan keluarga.

Pencegahan ruptur uterus spontan memerlukan perbaikan dalam pengelolaan persalinan misalnya:

  • Pengakuan kegagalan untuk kemajuan
  • Disproporsi cephalopelvic
  • Malpresentasi
yang diikuti tindakan operatif cepat. Ada tiga keterlambatan yang berakibat fatal dalam hal persalinan:
  1. Keterlambatan dalam mengenali masalah persalinan dan memutuskan untuk mencari bantuan medis
  2. Keterlambatan dalam mencapai fasilitas medis yang terampil
  3. Keterlambatan dalam memperoleh intervensi yang tepat pada saat kedatangan
Keterlambatan-keterlambatan tersebut sering mengakibatkan komplikasi obstetri, ruptur uteri, fistula obstetri, kematian ibu dan janin. Kaus ini mencontohkan adanya 2 dari 3 keterlambatan tersebut, yaitu keterlambatan dalam mencari pertolongan medis (pasien telah mengedan lebih dari 24 jam) dan keterlambatan dalam mencapai fasilitas medis (diperlukan perjalanan lebih dari 2 jam untuk mencapai rumah sakit). 

Komplikasi lain Dari Perpanjangan Masa Persalinan
Ruptur uteri yang terjadi pada pasien ini kemungkinan disebabkan oleh perpanjangan tahap kedua persalinan yang juga beresiko mengakibatkan terjadinya fistula, yang merupakan komplikasi lain dari persalinan. Partus lama (perpanjangan masa persalinan) dipengaruhi oleh presentasi panggul, menyebabkan nekrosis tekanan jaringan panggul yang dapat menyebabkan abnormalitas antara vagina dan kandung kemih atau rektum yang dikenal dengan istilah fistula obstetri. Fistula obstetri terjadi pada sekitar 0,3-3% dari kasus komplikasi kahamilan dengan persalinan macet dan dapat terjadi bersama-sama dengan ruptur uteri. Diperkirakan sekitar 2 juta perempuan terutama dinegara-negara miskin mengalami fistula obstetri, dan kasus ini merupakan kasus yang jarang terjadi dinegara-negara maju.

Jika pasien ini bertahan, maka perlu dilakukan pemantauan kemungkinan berkembangnya fistula. Fistula vesikovaginal (suatu bagian antara kandung kemih dan vagina) merupakan bentuk paling umum dari fistula dengan kebocoran kemih yang terus-menerus yang biasanya dimulai pada hari ke-10 setelah melahirkan.