Inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) dapat meningkatkan resiko onset baru diabetes melitus pada pasien yang memang telah memiliki resiko penyakit tersebut. Studi terbaru menunjukan adanya pengaruh yang signifikan penggunaan statin terhadap efek peningkatan resistensi insulin dan toleransi glukosa, sehingga ini sangat berpengaruh terhadap munculnya pasien-pasien baru yang terdiagnosa diabetes melitus, terutama diabetes melitus tipe 2. Pasien yang beresiko diabetes harus mendapatkan pemantauan ketat pada penggunaan agen statin ini. Tentu saja rasio manfaat-resiko tetap harus menjadi fokus perhatian.
Penerbitan sebuah meta-analisis pada tahun 2010 yang melaporkan bahwa terapi dengan inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) dikaitkan dengan adanya peningkatan resiko New Onset Diabetes (NOD), maka PhVWP menyetujui dilakukannya review terhadap resiko ini dengan menggunakan semua data yang tersedia.
WOSCOPS pada tahun 2001 telah mempublikasikan sejumlah uji klinis mengenai hubungan antara HMG-CoA reduktase dengan munculnya NOD. Dari hasil meta-analisis ini dinyatakan bahwa 1 pasien diabetes baru berkembang dari setiap 255 pasien yang diterapi dengan statin.
Statin berpotensi menghambat 3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A yang berperan pada pengaturan biosintesis kolesterol. Yang merupakan senyawa-senyawa yang dalam jumlah kecil diperlukan dalam darah. Ada perbedaan pada tiap-tiap statin dalam hal potensi dan lipofilisitasnya, yang mempengaruhi kemampuan zat tersebut dalam mempengaruhi homeostasis glukosa. Rosuvastatin adalah hidrofilik kuat, sedangkan pravastatin bersifat hidrofilik namun kurang kuat, sementara itu atorvastatin cenderung lipofilik kuat. Statin merupakan salah satu golongan obat yang paling sering diresepkan di Eropa, dan jumlah peresepannya semakin meningkat. Jadi meskipun resiko munculnya NOD relatif kecil, namun tetap akan berpotensi meningkatkan munculnya NOD karena tingginya peresepan obat golongan tersebut.