Seorang wanita berusia 24 tahun dan telah menikah dalam kurun waktu satu bulan terakhir mengalami penurunan konsentrasi dan minat/gairah, insomnia, kelelahan dan perasaan depresi. Dia kini sedang hamil 10 minggu, telah 3 minggu berhenti bekerja dan menghabiskan sebagian besar waktunya ditempat tidur. Dua tahun yang lalu, pasien menerima terapi sertralin dengan dosis 50 mg untuk mengatasi depresi yang berkenaan dengan rencana percobaan bunuh diri yang pernah dilakukannya. Dia menyatakan ingin melanjutkan kehamilannya dan tidak ada dorongan bunuh diri. Terapi apa yang sebaiknya diberikan pada pasien ini?.
Problem Klinis
Depresi adalah gangguan mental yang umum yang dapat diobati dan biasanya disebabkan oleh adanya faktor kecacatan. Dalam sebuah studi berbasis populasi dilaporkan bahwa sekitar 7% orang dewasa pernah mengalami depresi dalam rentang waktu 12 bulan terakhir dan 12,7% dilaporkan pernah mengalami depresi pada masa kehamilan.
Kriteria diagnostik untuk depresi utama adalah sebagai berikut:
- Jika 5 atau lebih dari gejala berikut menetap sekurang-kurangnya dalam 2 minggu:
- Perasaan tertekan hampir sepanjang hari, hampir setiap hari
- Penurunan gairah atau kesukaan yang nyata pada segala hal, atau hampir semua kegiatan, hampir sepanjang hari, setiap hari
- Penurunan berat badan yang signifikan saat tidak diet atau bahkan peningkatan berat badan (misal perubahan berat badan lebih dari 5% dari berat badan dalam 1 bulan), atau adanya penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari
- Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
- Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari
- Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari
- Perasaan bersalah yang berlebihan, tidak dihargai atau tidak tepat hampir setiap hari
- Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi hampir setiap hari
- Pikiran yang berulang tentang kematian, ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, usaha bunuh diri atau rencana khusus untuk bunuh diri
- Gejala-gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran (termasuk gejala hipomanik atau manik)
- Gejala menyebabkan distres klinis yang signifikan atau penurunan fungsi sosial, pekerjaan, atau bidang-bidang penting lainnya
- Gejala tersebut tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misal penyalahgunaan obat) atau suatu kondisi medis umum (misal hipertiroidisme)
- Gejala tersebut tidak dapat dijelaskan dengan baik
Depresi yang tidak lengkap memenuhi semua kriteria tetap akan memberikan dampak yang menyiksa dan memerlukan terapi.
Faktor terkuat yang menyebabkan depresi selama kehamilan adalah adanya riwayat depresi. Faktor-faktor risiko lain yang turut mempengaruhi depresi ini diantaranya:
- Riwayat depresi pada keluarga atau gangguan bipolar
- Riwayat penganiayaan anak
- Ibu tunggal
- Memiliki lebih dari tiga anak
- Kebiasaan merokok
- Berpenghasilan rendah
- Usia lebih muda dari 20 tahun
- Dukungan sosial yang kurang memadai
- Kekerasan dalam rumah tangga
Konsekuensi dari depresi selama masa kehamilan diantaranya:
- Kesulitan melakukan aktivitas rutin dan kegagalan memberikan perawatan prenatal
- Diet yang tidak memadai
- Penggunaan tembakau/rokok
- Menjadi alkoholik, atau penggunaan zat berbahaya lainnya
- Risiko menyakiti diri sendiri dan kemungkinan melakukan percobaan bunuh diri
Depresi dapat mempengaruhi perkembangan janin serta tempramen bayi dan perilaku anak dikemudian hari. Depresi postpartum lebih sering terjadi pada wanita hamil yang mengalami depresi dibandingkan dengan wanita hamil yang tidak mengalami depresi, dan dapat menimbulkan kesulitan dalam mengurus bayi atau anak-anak lainnya dan hubungannya dengan keluarga.
Episode depresi sering berulang, sekitar 90% orang yang pernah mengalami depresi pernah mengalami episode lebih dari satu kali. Episode depresi mayor (baik terkait atau tidak dengan kehamilan) dapat berubah. Data longitudinal pada pasien yang tidak hamil menunjukan bahwa kemungkinan pemulihan tanpa pengobatan adalah sekitar 20% pada minggu pertama setelah kriteria diagnostik terpenuhi, kemungkinan pemulihan tersebut akan menurun seiring lamanya durasi depresi. Depresi dapat lebih parah atau resisten terhadap pengobatan dari waktu ke waktu dan risiko menyakiti diri sendiri atau kemungkinan bunuh diri harus menjadi pertimbangan utama.
Poin penting yang berhubungan dengan depresi mayor pada kehamilan:
- Depresi mayor (depresi berat) bersifat melumpuhkan berbagai aktivitas. Depresi ini dapat terjadi pada sekitar 12% wanita hamil
- Depresi selama kehamilan yang tak terobati berisiko pada kemungkinan bunuh diri, keguguran, kelahiran prematur, pertumbuhan janin yang terhambat dan gangguan postnatal
- Terapi dengan menggunakan psikoterapi atau obat antidepresan atau kombinasi keduanya dapat dilakukan jika kondisi depresinya relatif parah
- Dalam sebuah uji acak terkontrol plasebo diketahui bahwa penggunaan antidepresan selama masa kehamilan kurang menguntungkan, kendati demikian berdasarkan studi observasional selectic serotonin reuptake inhibitors (SSRI) dan serotonin-nonephinefrin reuptake inhibitors (SNRI) relatif aman
- Beberapa efek buruk penggunaan antidepresan selama kehamilan lebih banyak terlihat pada bayi perempuan yang terpapar antidepresan selama dalam kandungan, efek buruk tersebut diantaranya kelahiran prematur, kesulitan adaptasi neonatal dan hipertensi pulmonar persisten neonatal serta kelainan jantung yang langka pada neonatus
- Wanita yang akan diterapi dengan antidepresan harus diberitahu semua kemungkinan risikonya dan harus dipantau selama kehamilan dan 1 tahun pertama pasca persalinan
Strategi dan Bukti
EVALUASI
Wanita yang sedang hamil atau sedang merencanakan kehamilan harus bertanya/mengetahui riwayat kesehatan mental diri dan keluarganya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
- Selama sebulan terakhir, apakah anda merasakan terganggu dengan perasaan sedih, putus asa, atau tertekan?
- Selama sebulan terakhir apakah anda terganggu dengan adanya penurunan gairah atau kesenangan dalam melakukan berbagai hal?
- Jika salah satu dari jawaban pertanyaan diatas adalah "ya" apakah anda membutuhkan atau dibantu dengan?
Seseorang yang memberikan hasil tes skrining positif harus dievaluasi secara lengkap untuk menentukan durasi dan intensitas gejala, efeknya pada fungsi dan kualitas hidup pasien, pikiran atau rencana pasien untuk bunuh diri atau menyakiti diri sendiri, tingkat kecemasannya, gejala-gejala psikotik, dukungan sosial, hubungannya dengan pasangan, sikap terhadap kehamilannya, kemanan finansial, riwayat kerja dan keselamatannya. Dia juga harus ditanya tentang upaya adaptasinya sebelum timbulnya depresi dan sejarah psikiatrinya (misal: episode depresi dan durasinya, kecemasan, obsesi, kompulsi, mania, percobaan bunuh diri atau gejala psikotik dan respon mereka terhadap pengobatan). Sebuah riwayat mania atau hipomania menunjukan gangguan bipolar, suatu faktor risiko utama depresi postpartum parah atau psikosis pospartum. Pertanyaan tentang sejarah keluarga harus lebih khusus termasuk tentang gangguan bipolar dan gangguan mood lainnya (terutama yang berhubungan dengan kehamilan), gangguan psikiatri lainnya, dan bunuh diri. Anamnesa juga harus menyangkut kondisi medis, obat-obatan (termasuk obat bebas) yang digunakan, penggunaan alkohol, rokok, dan penggunaan obat-obatan terlarang. Pemeriksaan terhadap status mental pasien juga harus dilakukan. Evaluasi kondisi klinis yang dapat menyebabkan depresi harus ditampilkan sebagai petunjuk klinis.
MANAJEMEN
Manajemen harus melibatkan perawatan multidisiplin yang melibatkan dokter kandungan, internis, psikiater atau profesional kesehatan mental lainnya yang sesuai dan dokter anak.
Pasien harus diberi tahu terkait risiko terapi depresi. Penggunaan tembakau, alkohol dan obat-obatan terlarang harus dihindari. Indikasi perlunya pasien dirujuk ke psikiater adalah sebagai berikut:
- Adanya pikiran atau rencana untuk bunuh diri atau menyakiti diri sendiri
- Gejala-gejala psikotik
- Gangguan bipolar (riwayat mania atau hipomania)
- Baru saja atau sedang mengalami episode depresi parah
- Tidak ada respon terhadap psikoterapi atau farmakoterapi
- Adanya sejarah skizofrenia atau psikosis postpartum
- Kecemasan hidup yang parah, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan kepanikan, gangguan makan, dan penyalahgunaan obat
Risiko yang berhubungan dengan Depresi yang tak terobati
Depresi yang tak terobati selama kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko keguguran, bobot badan lahir rendah, dan kelahiran prematur. Bayi yang lahir dari ibu yang depresi dibandingkan dengan yang tidak depresi relatif lebih mudah marah, ekspresi wajah yang lebih sedikit, dengan tingkat kortisol yang tinggi yang berpotensi menghambat pertumbuhan.
Terapi Obat Antidepresan
Tidak ada bukti uji terkontrol berkaitan penggunaan antidepresan selama masa kehamilan. Informasi mengenai dampak penggunaan antidepresan hanya didasarkan pada studi kohort restrospektif atau prospektif dan meta-analisis.
Golongan obat antidepresan yang dapat digunakan diantaranya antidepresan trisiklik, serotonin-selective reuptake inhibitor (SSRI) dan serotonin noepinefrin reuptake inhibitor (SNRI). Meskipun tidak ada satu pun bukti yang menytakan keamanan penggunaan obat-obat tersebut selama masa kehamilan, namun data studi yang terbatas meyakinkan bahwa SSRI lebih aman digunakan dalam kasus ini. Wanita yang menerima terapi antidepresan adalah wanita dengan tingkat depresi yang lebih parah dibandingkan wanita yang tidak menerima terapi antidepresan.
Beberapa risiko komplikasi maternal seperti diabetes gestasional, preeklamsi, masalah-masalah pada plasenta, pecah ketuban sebelum waktunya, perdarahan, persalinan dengan induksi, atau harus menjalani operasi caesar sedikit lebih meningkat diantara wanita-wanita yang menerima terapi antidepresan selama masa kehamilannya. Dua meta-analisis menunjukan sedikit peningkatan risiko abortus spontan pada wanita hamil yang menerima terapi antidepresan dibandingkan populasi wanita pada umumnya.
Risiko cacat bawaan utama janin pada populasi umum adalah sekitar 2-4%. Satu penelitian telah menunjukan tidak ada peningkatan yang signifikan pada risiko malformasi kongenital struktural pada bayi yang terlahir dari ibu yang menerima terapi antidepresan. Namun analisis data dari Swedish Medical Birth Register yang melibatkan lebih dari 15000 janin yang terpapar antidepresan menunjukan adanya peningkatan risiko malformasi bawaan yang signifikan. Kebanyakan malformasi yang terjadi adalah cacat septal jantung yang dikaitkan dengan penggunaan antidepresan trisiklik (klomipramin), namun tidak terjadi pada kelompok pasien pengguna SSRI atau SNRI. Beberapa studi juga telah menunjukan adanya hubungan antara penggunaan paroxetine dengan defek jantung bawaan. Beberapa penelitian juga menghubungkan penggunaan sertralin, sitalopram, fluoksetin dan peningkatan risiko cacat jantung bawaan pada bayi. Penelitian lain menunjukan adanya peningkatan sederhana risiko anasephali, omfalokel, kraniosinostosis dan hipospadia pada penggunaan SSRI pada wanita hamil. Sitalopram juga dikaitkan dengan peningkatan risiko defek tuba neural.
Dalam meta-analisisdari sembilan studi, penggunaan antidepresan selama kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko persalinan sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu, dan berat lahir bayi kurang dari 2500 gram.
Dari Swedish Medical Birth Register, hipoglikemia, penyakit kuning, masalah pernafasan dan skor Apgar rendah terjadi pada kelompok bayi yang terpapar antidepresan, tingkat tertinggi terdapat pada kelompok bayi yang terpapar antidepresan trisiklik, diikuti SNRI dan SSRI. Sindrom adaptasi neonatal terjadi pada 15-30% bayi yang terpapar SSRI pada masa akhir kehamilan. Tanda-tanda seperti lekas marah, lemah menangis atau tidak menangis sama sekali, takipnea, ketidakstabilan suhu tubuh, hipoglikemia dan kejang-kejang umumnya akan teratasi dalam kurun waktu 2 minggu setelah kelahiran. Mekanisme yang mungkin meliputi efek kecanduan, toksisitas obat dan perubahan fungsi otak. Bayi yang terpapar SSRI biasanya lebih memerlukan perawatan di ruang intensif neonatal dibandingkan bayi lainnya.
Penelitian tentang penggunaan antidepresan bagi wanita hamil dan bayi yang dilahirkannya masih sangat terbatas, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.
Psikoterapi
Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengubah perilaku dan sikap yang berkontribusi terhadap depresi. Psikoterapi interpersonal bertujuan untuk meningkatkan faktor interpersonal seperti kurangnya ketrampilan sosial yang berkontribusi terhadap depresi. Terapi perilaku kognitif dan psikoterapi interpersonal diberikan selama 6-12 minggu, 1 jam per sesi telah terbukti efektif dalam memperbaiki kondisi depresi. Meskipun penelitian yang melibatkan wanita hamil masih sangat terbatas.
REKOMENDASI DALAM TERAPI
Pengobatan harus dilakukan dengan pendekatan perawatan bertingkat, dan harus selalu dilakukan pemantauan respon klinis dan sebaiknya divalidasi dengan skala PHQ-9.
Wanita dengan depresi ringan dan durasi kurang dari 2 minggu dapat dilakukan perawatan awal, konseling directive, dan dorongan untuk melakukan latihan. Jika dalam 2 minggu berikutnya tidak ada perbaikan, maka dapat dilakukan terapi perilaku kognitif atau psikoterapi interpersonal. Meskipun penggunaan antidepresan pada wanita hamil dengan depresi ringan masih kontroversial, namun dalam hal terapi perilaku kognitif atau psikoterapi interpersonal tidak dapat diakses atau respon yang lemah terhadap terapi tersebut, maka penggunaan antidepresan dapat dipertimbangkan.
Untuk kasus depresi yang parah terapi perilaku kognitif, psikoterapi interpersonal dan antidepresan dapat diberikan. Meskipun belum ada penelitian, terapi kombinasi antara antidepresan dan psikoterapi memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan terapi tunggal.
Pada wanita dengan riwayat depresi yang sedang merencanakan kehamilan atau sedang hamil, maka tingkat keparahan depresi di masa lalu, respon terhadap pengobatan dan preferensi pasien harus menjadi dasar pengambilan keputusan dalam pengobatan berikutnya. Jika depresi di masa lalu tergolong depresi ringan hingga sedang, maka dapat disarankan untuk secara bertahap beralih dari terapi antidepresi ke psikoterapi interpersonal atau terapi perilaku kognitif. Namun pemantauan harus selalu dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kekambuhan selama masa kehamilan dan postpartum, terutama jika antidepresan dihentikan secara mendadak.
Pemilihan antidepresan harus didasarkan pada profil efek samping, respon pasien, dan agen dengan profil rIsiko terendah untuk ibu dan janin berdasarkan data yang tersedia. Secara umum SSRI memiliki efektivitas yang sama dengan antidepresan lainnya, namun dengan risiko efek samping terhadap ibu dan janin yang relatif lebih rendah dibanding antidepresan trisiklik dan pada keadaan overdosis SSRI juga lebih aman dibanding antidepresan trisiklik. Sedangkan SNRI memiliki risiko efek samping menengah diantara SSRI dan antidepresan trisiklik. Penggunaan paroksetin sedapat mungkin harus dihindari karena senyawa obat tersebut memiliki hubungan paling kuat dengan terjadinya malformasi jantung dibandingkan dengan semua antidepresan lainnya. Penggunaan antidepresan harus dimulai pada dosis efektif terendah dan ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai remisi. Perubahan fisiologis pada wanita hamil sering kali menyebabkan perlunya dosis yang lebih tinggi dibandingkan pada wanita yang tidak hamil.
Terapi elektrokonvulsif dapat digunakan untuk terapi depresi parah yang resisten terhadap terapi lainnya atau depresi yang berhubungan dengan gejala psikotik atau berisiko bunuh diri. Studi kasus menunjukan bahwa risiko terkait terapi elektrokonvulsif pada wanita hamil relatif rendah, meski demikian terapi ini harus diberikan secara hati-hati dan dilakukan pemantauan yang cermat.
AREA KETIDAKPASTIAN
Sebuah penelitian dalam skala besar diperlukan untuk membandingkan efektivitas terapi perilaku kognitif, terapi interpersonal dan antidepresan pada wanita hamil, sehingga akan memberikan data yang cukup dalam pengambilan keputusan terapi. Studi terkontrol penggunaan antidepresan pada wanita hamil masih sangat terbatas. Data tambahan dari studi prospektif diperlukan untuk menilai efek penggunaan antidepresan pada ibu pasca melahirkan dan bayi yang dilahirkannya dengan memperhatikan waktu, durasi, jenis dan dosis obat yang digunakan. Tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan terapi akupunktur, hormon, bright-light, asam lemak n-3, atau St. John Wort untuk terapi antenatal. Efek polimorfisme genetik pada neonatal yang terpapar antidepresan selama dalam kandungan juga memerlukan studi lebih lanjut.
Golongan obat antidepresan yang dapat digunakan diantaranya antidepresan trisiklik, serotonin-selective reuptake inhibitor (SSRI) dan serotonin noepinefrin reuptake inhibitor (SNRI). Meskipun tidak ada satu pun bukti yang menytakan keamanan penggunaan obat-obat tersebut selama masa kehamilan, namun data studi yang terbatas meyakinkan bahwa SSRI lebih aman digunakan dalam kasus ini. Wanita yang menerima terapi antidepresan adalah wanita dengan tingkat depresi yang lebih parah dibandingkan wanita yang tidak menerima terapi antidepresan.
Beberapa risiko komplikasi maternal seperti diabetes gestasional, preeklamsi, masalah-masalah pada plasenta, pecah ketuban sebelum waktunya, perdarahan, persalinan dengan induksi, atau harus menjalani operasi caesar sedikit lebih meningkat diantara wanita-wanita yang menerima terapi antidepresan selama masa kehamilannya. Dua meta-analisis menunjukan sedikit peningkatan risiko abortus spontan pada wanita hamil yang menerima terapi antidepresan dibandingkan populasi wanita pada umumnya.
Risiko cacat bawaan utama janin pada populasi umum adalah sekitar 2-4%. Satu penelitian telah menunjukan tidak ada peningkatan yang signifikan pada risiko malformasi kongenital struktural pada bayi yang terlahir dari ibu yang menerima terapi antidepresan. Namun analisis data dari Swedish Medical Birth Register yang melibatkan lebih dari 15000 janin yang terpapar antidepresan menunjukan adanya peningkatan risiko malformasi bawaan yang signifikan. Kebanyakan malformasi yang terjadi adalah cacat septal jantung yang dikaitkan dengan penggunaan antidepresan trisiklik (klomipramin), namun tidak terjadi pada kelompok pasien pengguna SSRI atau SNRI. Beberapa studi juga telah menunjukan adanya hubungan antara penggunaan paroxetine dengan defek jantung bawaan. Beberapa penelitian juga menghubungkan penggunaan sertralin, sitalopram, fluoksetin dan peningkatan risiko cacat jantung bawaan pada bayi. Penelitian lain menunjukan adanya peningkatan sederhana risiko anasephali, omfalokel, kraniosinostosis dan hipospadia pada penggunaan SSRI pada wanita hamil. Sitalopram juga dikaitkan dengan peningkatan risiko defek tuba neural.
Dalam meta-analisisdari sembilan studi, penggunaan antidepresan selama kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko persalinan sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu, dan berat lahir bayi kurang dari 2500 gram.
Dari Swedish Medical Birth Register, hipoglikemia, penyakit kuning, masalah pernafasan dan skor Apgar rendah terjadi pada kelompok bayi yang terpapar antidepresan, tingkat tertinggi terdapat pada kelompok bayi yang terpapar antidepresan trisiklik, diikuti SNRI dan SSRI. Sindrom adaptasi neonatal terjadi pada 15-30% bayi yang terpapar SSRI pada masa akhir kehamilan. Tanda-tanda seperti lekas marah, lemah menangis atau tidak menangis sama sekali, takipnea, ketidakstabilan suhu tubuh, hipoglikemia dan kejang-kejang umumnya akan teratasi dalam kurun waktu 2 minggu setelah kelahiran. Mekanisme yang mungkin meliputi efek kecanduan, toksisitas obat dan perubahan fungsi otak. Bayi yang terpapar SSRI biasanya lebih memerlukan perawatan di ruang intensif neonatal dibandingkan bayi lainnya.
Penelitian tentang penggunaan antidepresan bagi wanita hamil dan bayi yang dilahirkannya masih sangat terbatas, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut.
Psikoterapi
Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengubah perilaku dan sikap yang berkontribusi terhadap depresi. Psikoterapi interpersonal bertujuan untuk meningkatkan faktor interpersonal seperti kurangnya ketrampilan sosial yang berkontribusi terhadap depresi. Terapi perilaku kognitif dan psikoterapi interpersonal diberikan selama 6-12 minggu, 1 jam per sesi telah terbukti efektif dalam memperbaiki kondisi depresi. Meskipun penelitian yang melibatkan wanita hamil masih sangat terbatas.
REKOMENDASI DALAM TERAPI
Pengobatan harus dilakukan dengan pendekatan perawatan bertingkat, dan harus selalu dilakukan pemantauan respon klinis dan sebaiknya divalidasi dengan skala PHQ-9.
Wanita dengan depresi ringan dan durasi kurang dari 2 minggu dapat dilakukan perawatan awal, konseling directive, dan dorongan untuk melakukan latihan. Jika dalam 2 minggu berikutnya tidak ada perbaikan, maka dapat dilakukan terapi perilaku kognitif atau psikoterapi interpersonal. Meskipun penggunaan antidepresan pada wanita hamil dengan depresi ringan masih kontroversial, namun dalam hal terapi perilaku kognitif atau psikoterapi interpersonal tidak dapat diakses atau respon yang lemah terhadap terapi tersebut, maka penggunaan antidepresan dapat dipertimbangkan.
Untuk kasus depresi yang parah terapi perilaku kognitif, psikoterapi interpersonal dan antidepresan dapat diberikan. Meskipun belum ada penelitian, terapi kombinasi antara antidepresan dan psikoterapi memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan terapi tunggal.
Pada wanita dengan riwayat depresi yang sedang merencanakan kehamilan atau sedang hamil, maka tingkat keparahan depresi di masa lalu, respon terhadap pengobatan dan preferensi pasien harus menjadi dasar pengambilan keputusan dalam pengobatan berikutnya. Jika depresi di masa lalu tergolong depresi ringan hingga sedang, maka dapat disarankan untuk secara bertahap beralih dari terapi antidepresi ke psikoterapi interpersonal atau terapi perilaku kognitif. Namun pemantauan harus selalu dilakukan untuk menilai kemungkinan adanya kekambuhan selama masa kehamilan dan postpartum, terutama jika antidepresan dihentikan secara mendadak.
Pemilihan antidepresan harus didasarkan pada profil efek samping, respon pasien, dan agen dengan profil rIsiko terendah untuk ibu dan janin berdasarkan data yang tersedia. Secara umum SSRI memiliki efektivitas yang sama dengan antidepresan lainnya, namun dengan risiko efek samping terhadap ibu dan janin yang relatif lebih rendah dibanding antidepresan trisiklik dan pada keadaan overdosis SSRI juga lebih aman dibanding antidepresan trisiklik. Sedangkan SNRI memiliki risiko efek samping menengah diantara SSRI dan antidepresan trisiklik. Penggunaan paroksetin sedapat mungkin harus dihindari karena senyawa obat tersebut memiliki hubungan paling kuat dengan terjadinya malformasi jantung dibandingkan dengan semua antidepresan lainnya. Penggunaan antidepresan harus dimulai pada dosis efektif terendah dan ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai remisi. Perubahan fisiologis pada wanita hamil sering kali menyebabkan perlunya dosis yang lebih tinggi dibandingkan pada wanita yang tidak hamil.
Terapi elektrokonvulsif dapat digunakan untuk terapi depresi parah yang resisten terhadap terapi lainnya atau depresi yang berhubungan dengan gejala psikotik atau berisiko bunuh diri. Studi kasus menunjukan bahwa risiko terkait terapi elektrokonvulsif pada wanita hamil relatif rendah, meski demikian terapi ini harus diberikan secara hati-hati dan dilakukan pemantauan yang cermat.
AREA KETIDAKPASTIAN
Sebuah penelitian dalam skala besar diperlukan untuk membandingkan efektivitas terapi perilaku kognitif, terapi interpersonal dan antidepresan pada wanita hamil, sehingga akan memberikan data yang cukup dalam pengambilan keputusan terapi. Studi terkontrol penggunaan antidepresan pada wanita hamil masih sangat terbatas. Data tambahan dari studi prospektif diperlukan untuk menilai efek penggunaan antidepresan pada ibu pasca melahirkan dan bayi yang dilahirkannya dengan memperhatikan waktu, durasi, jenis dan dosis obat yang digunakan. Tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan terapi akupunktur, hormon, bright-light, asam lemak n-3, atau St. John Wort untuk terapi antenatal. Efek polimorfisme genetik pada neonatal yang terpapar antidepresan selama dalam kandungan juga memerlukan studi lebih lanjut.