Diabetes melitus telah dikenal sejak 1500 tahun sebelum masehi, dan dikenal pertama kali oleh bangsa Mesir kuno. Kala itu diabetes melitus dianggap sebagai suatu keadaan yang aneh dimana seseorang buang air kecil secara berlebihan dan mengalami penurunan berat badan secara drastis. Istilah diabetes melitus merefleksikan keadaan bahwa urin yang dikeluarkan penderita memiliki rasa manis. Istilah tersebut diperkenalkan oleh Aretaeus seorang tabib Yunani yang hidup pada sekitar tahun 80-138 sesudah masehi. Tahun 1776 Mathews Dobson melakukan pengukuran glukosa dalam urin penderita tersebut dan menemukan adanya konsentrasi gula yang tinggi pada penderita tersebut.
Diabetes melitus mulai diakui sebagai sebuah entitas klinis sejak didirikannya New England Journal of Medicine and Surgery pada tahun 1812. Prevalensi diabetes melitus ini pada saat itu belum terdokumentasikan, dan belum ada pengetahuan tentang mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya penyakit ini. Pengobatan yang efektif juga belum tersedia. Selama 200 tahun proses intervensi terhadap diabetes melitus ini, berbagai perkembangan pengetahuan, upaya pendekatan terapi dan pencegahannya telah mengalami kemajuan pesat. Berbagai upaya terapi dan pencegahan telah terbukti mampu meningkatkan produktivitas dan mencegah komplikasi pada penderitanya. Berbagai studi dan penelitian seputar diabetes melitus dan penyakit gangguan metabolisme lainnya berkembang dengan sangat pesat.
Ironisnya, meski berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan terapi diabetes melitus telah berkembang sangat pesat, namun upaya penyembuhannya masih sulit untuk dipahami. Pada sekitar 2 abad yang lalu hanya pasien dengan defisiensi insulin yang parah yang akan terdeteksi sebagai penderita diabetes melitus, sedangkan pasien dengan defisiensi insulin yang lebih ringan mungkin akan lolos dari vonis diagnosa tersebut. Sedangkan saat ini, hanya ada sedikit pasien diabetes melitus yang mengalami defisiensi/kerusakan insulin parah, melainkan lebih banyak diantaranya merupakan penderita diabetes melitus dengan gangguan sekresi insulin dan resistensi insulin. Prevalensi diabetes melitus meningkat drastis pada kurun waktu 3-4 dekade terakhir, yang menyebabkan diabetes melitus menjadi salah satu epidemi yang paling umum dan serius yang dijumpai dimasyarakat.
Berbagai kemajuan ilmu pengetahuan seputar diabetes melitus tak lepas dari peran serta aktif para peneliti yang selalu melakukan penelitian-penelitian penting. Beberapa peneliti diantaranya berhasil memenangkan Hadiah Nobel. Para peneliti yang berhasil memenangkan Hadiah Nobel seputar diabetes melitus diantaranya:
- F.G. Banting and J.J.R. Macleod yang memenangkan Nobel pada tahun 1923 dalam kontribusinya sebagai penemu insulin (kategori obat)
- C.F. Cori and G.T. Cori pada tahun 1947 memenangkan Nobel dalam kontribusinya sebagai penemu jalur konversi katalitik glikogen (kategori obat)
- B.A. Houssay tahun 1947 memenangkan Nobel dalam kontribusinya sebagai penemu peran hormon yang dilepaskan lobus hipofisis anterior dalam metabolisme gula (kategori obat)
- F. Sanger tahun 1958 memenangkan Nobel dalam kontribusinya sebagai penemu struktur protein terutama insulin (kategori kimia)
- E.W. Sutherland tahun 1971 berkontribusi pada penemuan mekanisme kerja hormon (kategori obat)
- R. Yalow tahun 1977 berkontribusi pada pengembangan pada peptida hormon (kategori obat)
- E.H. Fischer and E.G. Krebs tahun 1992 berkontribusi pada penemuan mengenai fosforilasi protein reversibel sebagai mekanisme pengaturan biologik (kategori obat)
LANDASAN ILMIAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENDEKATAN TERAPI
Studi pada Metabolisme Glukosa
Dalam 200 tahun terakhir, kemajuan seputar regulasi metabolisme glukosa telah sedemikian rupa berkembang. Dimulai pada abad 19, Claude Bernard menunjukan bahwa pengaturan kadar glukosa darah tidak hanya ditentukan oleh laju penyerapan karbohidrat dari makanan tapi juga oleh hati yang memainkan peran sentral pada produksi glukosa dari prekursor nonglukosa.
Penelitian lain menginvestigasi adanya enzim yang bertanggungjawab pada pembentukan dan pemecahan glikogen. Hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior berperan mengatur metabolisme glukosa dan terjadinya diabetes. Selain itu fosforilasi protein reversibel oleh protein kinase dan penemuan AMP siklik serta peranannya pada pengaturan aktivitas hormon, terutama pada epinefrin dan glukagon, yang mana keduanya berperan untuk meningkatkan kadar glukosa darah dan akhirnya berkontribusi pada terjadinya hiperglikemia diabetes.
Peran Pankreas dan Insulin
Tahun 1889, Joseph von Mering dan Oskar Minkowski menemukan bahwa menghilangnya pankreas pada anjing mengakibatkan diabetes yang fatal, memberi petunjuk pertama bahwa pankreas memainkan peranan penting dalam pengaturan kadar glukosa.
Tahun 1910, Edward Albert Sharpey-Schafer dalam hipotesisnya menyatakan bahwa diabetes disebabkan karena kekurangan zat kimia tunggal yang dihasilkan oleh pankreas yang disebut insulin. Istilah insulin berasal dari bahasa Latin yang berarti pulau dan mengacu pada sel-sel islet pankreas dari langerhans.
Tahun 1921, Frederick Banting and Charles Best mengekstraksi insulin dari sel islet pankreas anjing. Bersama dengan James Collip and John Macleod mereka berhasil memurnikan insulin pankreas sapi dan merupakan insulin yang pertama kali digunakan untuk mengobati pasien diabetes. Produksi insulin dan penggunaannya dalam terapi diabetes dengan cepat menyebar ke seluruh dunia. Penggunaan insulin pada saat itu telah terbukti meningkatkan harapan hidup pasien.
Sifat Kimia, Biologi dan Fisiologi Insulin
Struktur kristal tiga dimensi insulin pertama kali ditentukan oleh Dorothy Hodgkin, seorang ilmuwan yang pernah memenangkan Nobel karena keberhasilannya dalam mendeterminasikan struktur vitamin B12. Donald Steiner’s tahun 1967 mendemonstrasikan bahwa molekul insulin dua peptida berasal dari prekursor proinsulin. Insulin adalah hormon pertama yang di kloning dan diproduksi secara masal guna kepentingan terapi dengan menggunakan teknologi DNA-recombinant.
Pengembangan radioimunoassay pata tahun 1959 untuk penetapan insulin oleh Rosalyn Yalow and Solomon Berson memungkinkan pengukuran kuantitatif fungsi sel beta pankreas pada hewan dan manusia. Radioimunoassay menjadi satu alat yang ampuh untuk pengukuran protein, metabolit dan senyawa kimia lain yang hadir dalam konsentrasi yang sangat rendah. Dengan mengukur konsentrasi insulin serum, maka diagnosa diabetes dapat ditegakan dengan lebih tepat.
PATOGENESIS DIABETES MELITUS
Resistensi Insulin dan Defisiensi Insulin
Telah diketahui bersama bahwa diabetes melitus merupakan gangguan yang kompleks dan merupakan penyakit yang heterogenous. Diabetes melitus tipe 1 merupakan diabetes yang umum terjadi pada orang muda akibat adanya kerusakan autoimun pada sel beta pankreas yang menyebabkan berkurangnya produksi insulin. Sedangkan diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada golongan lanjut usia dengan kelebihan berat badan. Peningkatan berat badan umumnya disebabkan oleh konsumsi makanan tinggi lemak, tinggi kalori dan gaya hidup yang sangat erat berhubungan dengan tingginya prevalensi diabetes melitus tipe 2.
Harold Himsworth merupakan orang pertama yang pada tahun 1936 mengungkapkan bahwa diabetes melitus dapat terjadi akibat adanya resistensi insulin dan defisiensi insulin. Resistensi insulin merupakan salah satu patogenesis penting pada diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 2 dapat terjadi karena adanya resistensi insulin dan atau kerusakan sel-sel pankreas.
Sebuah fenotif klinis yang disebut sindrom metabolik ditandai dengan adanya resistensi insulin, obesitas tubuh bagian atas, hipertensi, hipertrigliseridemia dan rendahnya HDL kolesterol merupakan faktor-faktor resiko terjadinya intoleransi glukosa dan diabetes. Orang dengan kondisi tersebut juga beresiko tinggi mengalami penyakit kardiovaskular.
Faktor Genetik
Faktor genetik adalah fakor lain yang juga memainkan peranan penting pada terjadinya penyakit diabetes. Diabetes melitus baik tipe 1 maupun 2 merupakan suatu gangguan poligenik, dimana beberapa gen dan faktor lingkungan saling bersinergi pada perkembangan penyakit ini. Beberapa bentuk diabetes (seperti diabetes pada neonatus atau diabetes dengan onset maturitas) adalah karena adanya single-gene yang mempengaruhi sel beta pankreas. Prevalensi diabetes melitus tipe ini sekitar 1-2% dari seluruh kasus diabetes melitus. Alel-alel pada lokus antigen leukosit merupakan kromosom yang berperan dalam hal ini.
Dominasi genetik pada terbentuknya diabetes melitus tipe 2 belum banyak diketahui.
PENCEGAHAN DAN TERAPI DIABETES MELITUS
Pendekatan preventif dan kuratif terhadap diabetes melitus telah berubah sejak ditemukannya insulin. Perkembangannya sangat pesat. Beberapa penelitian fokus pada biosintesis insulin manusia yang telah meniadakan reaksi merugikan pada tempat penyuntikan hingga penemuan jarum suntik yang sangat kecil yang memberikan kenyamanan dan kemudahan dalam penggunaannya, penemuan alat yang bukan hanya memantau glukosa darah tetapi juga melakukan pengukuran hemoglobin terglikasi.
Strategi pengobatan dan komplikasi diabetes juga telah mengalami perbaikan yang mengesankan. Efek yang menguntungkan telah terbukti pada penggunaan pemblok reseptor angiotensin, ACE inhibitors, dan pembatasan protein terbukti mampu mengurangi resiko komplikasi nefropati. Transplantasi ginjal juga telah terbukti mampu meningkatkan harapan hidup pasien dengan penyakit ginjal diabetikum stadium lanjut. Selain itu fotokoagulasi laser telah menolong jutaan pasien diabetes dengan komplikasi retinopati. Kemajuan transplantasi sel islet pankreas juga sangat mengesankan. Studi terbaru juga melaporkan bahwa pembedahan bariatrik untuk menurunkan berat badan lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah dibandingkan dengan terapi medis standar pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2.
Perawatan diabetes telah sedemikian rupa mengalami perbaikan dengan melibatkan banyak bidang keahlian kesehatan mulai dari dokter, apoteker, perawat, nutrisionis, podiatris dan lain-lain. Peningkatan kontrol glukosa telah terbukti mengurangi resiko komplikasi mikrovaskular pada pasien dengan diabetes melitus tipe 1.
Pengobatan diabetes melitus dan hasilnya pada penurunan resiko kematian dan komplikasi kardiovaskular adalah satu isu penting. Studi Steno-2 yang menunjukan bahwa intervensi multifaktor yang bertujuan untuk melakukan kontrol glukosa terbukti mampu menurunkan resiko kematian akibat komplikasi kardiovaskular sebesar 50%.
PREVALENSI DIABETES MELITUS DISELURUH DUNIA
Tampaknya peningkatan perbaikan upaya pencegahan dan pengobatan diabetes melitus tidak dibarengi dengan semakin membaiknya kondisi kesehatan masyarakat. Prevalensi diabetes melitus diseluruh dunia meningkat secara drastis. Kesulitan dalam menerapkan kebiasaan pencegahan diabetes melitus menjadi tantangan tersendiri ditemukannya suatu pola yang dapat mengubah prilaku masyarakat untuk hidup dengan gaya yang lebih sehat, sehingga prevalensi diabetes melitus diharapkan akan menurun.
TANTANGAN MASA DEPAN
Mengingat lonjakan populasi masyarakat dengan diabetes melitus yang meningkat tajam agaknya menjadi tantangan tersendiri bagi para ilmuan untuk mengembangkan metode baru yang dapat mencegah munculnya generasi-generasi baru dengan diabetes melitus. Ada banyak kesempatan untuk mengimplementasikan upaya pencegahan publik. Evaluasi dan pembatasan yang ketat terhadap kandungan trans fatty acids pada produk makanan, mengurangi item makanan dengan komposisi kalori tinggi, mengenakan pajak khusus bagi makanan dengan kandungan gula tinggi, dan pembatasan peredaran makanan dengan kandungan lemak tinggi dapat menjadi salah satu cara yang dapat ditempuh pemerintah guna menurunkan angka prevalensi diabetes melitus.
Modifikasi gaya hidup menjadi kunci utama pada pencegahan diabetes, namun tentu saja hal ini tidak mudah untuk dilakukan.