Selasa, 12 Februari 2013

OBAT-OBAT PENGINDUKSI PENYAKIT GINJAL



Penyakit ginjal yang diduga timbul akibat adanya induksi dari obat-obatan tertentu biasanya dapat dideteksi secara dini melalui kreatinin serum dan nitrogen urea darah. Kedua parameter tersebut layak dijadikan parameter karena keduanya memiliki hubungan temporal antara tingkat toksisitas ginjal dan penggunaan obat-obat yang berpotensi nefrotoksik. Mekanisme terbentuknya penyakit ginjal akibat induksi obat dapat terjadi melalui toksisitas imunologik (misal: glomerulonefritis dan nefritis interstisial alergik) maupun toksisitas nonimunologik. Toksisitas imunologik maupun nonimunologik secara langsung akan mempengaruhi karakteristik fungsi ginjal yang normal. Pencegahan penyakit ginjal akibat induksi obat yang terbaik adalah dengan menghindari penggunaan obat-obat yang potensial nefrotoksik. Namun, dalam kondisi tertentu dimana penggunaan obat-obat tersebut tidak dapat dihindari, maka minimalisasi faktor resiko dengan teknik spesifik seperti hidrasi dapat digunakan untuk mengurangi resiko nefrotoksik tersebut. 


Penyakit ginjal terinduksi obat atau nefrotoksisitas obat merupakan suatu komplikasi yang umum terjadi pada pasien yang menerima pengobatan dengan beberapa obat sekaligus. Manivestasi klinis dari kondisi tersebut diantaranya adalah :
  1. Kelainana asam-basa
  2. Ketidakseimbangan elektrolit
  3. Kelainan pada sedimentasi urin
  4. Proteinuria
  5. Pyuria, dan atau
  6. Hematuria
Namun manivestasi paling umum dari nefrotoksisitas ini adalah adanya penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR = glomerular filtration rate) yang menyebabkan terjadinya peningkatan kadar kreatinin serum (Scr) dan nitrogen urea darah (BUN = blood urea nitrogen). Sehingga wajar jika BUN dan Scr dijadikan sebagai sarana deteksi awal bagi penyakit ginjal akibat induksi obat ini. BUN dan Scr akan memberikan gambaran temporal antara tingkat toksisitas ginjal dengan jangka waktu penggunaan obat-obat yang berpotensi menyebabkan nefrotoksik. 

Epidemiologi


Nefrotoksisitas akibat induksi obat terjadi disemua bagian pengaturan dimana obat tersebut diberikan. Nefrotoksisitas obat terjadi pada sekitar 7% dari semua kasus toksisitas obat dan sekitar 18-27% kasus gagal ginjal akut yang menjalani perawatan di rumah sakit dan berkontribusi pada sekitar 35% pada kasus nekrosis tubular akut (NTA) dan pada sebagian besar kasus nefritis interstisial alergik (NIA), serta nefropati yang terjadi karena adanya perubahan hemodinamik ginjal dan obstruksi postrenal. Antibiotik aminoglikosida, media radiokontras, antinflamasi nonsteroid, amfoterisin B dan ACE inhibitor merupakan contoh-contoh obat yang dapat bersifat nefrotoksik.

Penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (AINS) dan obat-obat bebas meningkatkan resiko nefrotoksik pada pasien yang pernah mengalami gagal ginjal akut. 

Penilaian Toksisitas Ginjal


Karena penurunan GFR yang mengarah pada terjadinya peningkatan BUN dan Scr, maka pemeriksaan rutin BUN dan Scr tersebut harus dilakukan untuk pemantauan toksisitas ginjal. Selain itu, penurunan pengeluran urin juga dapat menjadi tanda awal adanya toksisitas, terutama jika toksisitas tersebut disebabkan penggunaan media radiokontras, AINS dan ACE inhibitor. Pada sebagian pasien yang belum memerlukan perawatan intensif rumah sakit, nefrotoksisitas umumnya ditandai dengan adanya:
  • malaise
  • anoreksia
  • muntah
  • sesak nafas dan edema
  • hipertensi
Selanjutnya nilai BUN dan Scr dapat digunakan untuk menghitung penurunan laju GFR. 

Nefrotoksisitas dapat dibuktikan dengan adanya perubahan fungsi tubular ginjal tanpa penurunan GFR. Indikator luka tubular proksimal:
  • asidosis metabolik dengan bikarbonaturia
  • glikosuria tanpa hiperglikemia
  • penurunan fosfat, asam urat, kalium, dan magnesium dalam serum karena penurunan urinari
Sedangkan cedera distal ditandai dengan:
  • poliurea
  • asidosis metabolik karena adanya gangguan pengasaman urin
  • hiperkalemia karena adanya gangguan pengeluaran kalium
Enzim-enzim urinari dan protein berbobot molekul rendah juga digunakan sebagai penanda awal adanya nefrotoksisitas. Misal adanya enzim N-acetyl-βD-glucosaminidase, γ -glutamyl transpeptidase dan glutathione S-transferase merupakan penanda adanya cedera tubular dan digunakan untuk mendeteksi adanya kerusakan ginjal akut. 

Prinsip Pencegahan Nefropati Obat


Prinsip utama pencegahan nefrotoksisitas terinduksi obat adalah dengan menghindari penggunaan obat-obat yang potensial menyebabkan terjadinya nefrotoksisitas. Namun bila penggunaan obat-obat tersebut tidak mungkin dihindari maka penggunaannya harus disertai dengan pengenalan faktor-faktor resiko dan penerapan teknik-teknik khusus untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya nefrotoksisitas. Tidak ada faktor resiko yang umum yang berlaku terhadap semua jenis obat, dan toksisitas biasanya berkembang melalui berbagai mekanisme, baik melalui reaksi hipersensitivitas idiosinkratik maupun melalui toksisitas seluler langsung. Dengan pengecualian pada gagal ginjal akut yang disebabkan oleh AINS dan ACE inhibitor, toksisitasnya sering kali dapat dicegah setelah diketahui adanya insufisiensi ginjal, penurunan aliran darah efektif ke ginjal akibat adanya deplesi volume, gagal jantung atau penyakit liver. Pada pasien dengan hipertensi atau gagal jantung sangat sensitif terhadap kombinasi ACE inhibitor dan AINS, terlebih bila penggunaannya juga bersamaan dengan diuretik. 

Teknik khusus yang cukup efektif untuk mengurangi nefrotoksisitas obat adalah dengan hidrasi yang cukup untuk meningkatkan laju aliran urin tubular ginjal. Sedangkan teknik-teknik lain yang masih kontroversial diantaranya adalah:
  1. Penggunaan adefovir, suatu antiviral nukleotida yang secara aktif ditransport oleh OAT1. Penghambatan transport OAT1 meminimalisir akumulasi adefovir di ginjal sehingga menyebabkan pengurangan efek toksisitasnya.
  2. Diflunisal, ketoprofen, flurbiprofen, indometasin, naproksen dan ibuprofen sama efektifnya dengan probenesid yang  menunjukan penghambatan yang cukup kuat terhadap OAT1 pada pencegahan sitotoksisitas.
  3. Antioksidan juga terbukti mampu memberikan proteksi dari nefrotoksisitas akibat induksi gentamisin, siklosporin dan cisplatin.
  4. Khelator besi juga memberikan proteksi terhadap toksisitas gentamisin.
Obat-obat yang menginduksi perubahan struktur dan fungsi ginjal adalah sebagai berikut:
Kerusakan sel epitel tubular
Nekrosis Tubular akut:

  • antibiotik aminoglikosida
  • media kontras radiografi
  • cisplatin/ karboplatin
  • amfoterisin B
Nefrosis osmotik
  • manitol
  • dekstran
  • imunoglobulin intravena
Gagal ginjal secara hemodinamik
  • Inhibitor ACE
  • Antagonis reseptor angiotensin II
  • Antiinflamasi nonsteroid
Nefropati Obstruktif
Obstuksi intratubular
  • Asiklovir
  • Sulfadiazin
  • Indinavir
  • Foskarnet
  • Metotreksat
Obstruksi ekstrarenal
  • Antidepresan trisiklik
  • Indinavir
Nefrolitiasis
  • Triamteren
  • Indinavir
Penyakit Glomerular
  • Emas
  • AINS
  • Pamidronat
Penyakit Tubulointerstisial
Nefritis interstisial akut
  • Penisilin
  • Siprofloksasin
  • AINS
  • Omeprazol
  • Furosemid
Nefritis interstisial kronis
  • Siklosporin
  • Lithium
Nekrosis papilari
  • Kombinasi fenasetin, aspirin dan kafein
Vaskulitis ginjal, trombosis, dan kolesterol emboli
Vaskulitis dan Trombosis
  • Hidralazin
  • Propiltiourasil
  • Allopurinol
  • Penisilamine
  • Gemsitabin
  • Mitomisin C
  • Metamfetamin
Kolesterol emboli
  • Warfarin
  • Agen trombolitik
Gagal ginjal semu
  • Kortikosteroid
  • Trimetoprim
  • Simetidin




Sumber
Pharmacotherapy-Dypiro