Rabu, 09 Januari 2013

DIAGNOSIS DAN TREATMEN BATUK



Batuk merupakan salah satu gejala penyakit yang paling umum pada pasien yang memerlukan perhatian dokter umum atau pun pulmonologist. Batuk dapat bersifat ringan hingga parah dan dapat sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Ulasan ini akan mengungkapkan bagaimana penanganan batuk pada orang dewasa. 


Batuk umumnya diklasifikasikan menurut durasinya. Memperkirakan durasi batuk merupakan langkah awal untuk mempersempit kemungkinan diagnosa. Ada banyak kontroversi bagaimana menentukan kronisitas batuk. Batuk diklasifikan ke dalam tiga kelompok menurut durasinya. Batuk akut didefinisikan sebagai batuk yang berlangsung selama kurang dari 3 minggu. Batuk subakut merupakan batuk yang berlangsung selama 3-8 minggu, sedangkan batuk yang berlangsung lebih dari 8 minggu diklasifikasikan sebagai batuk kronis.

Batuk Akut


Diagnosis batuk akut dapat ditentukan dengan melakukan pendekatan klinis berdasarkan uji terapi empiris. Penelusuran riwayat dan pemeriksaan fisik harus dilakukan. Hingga saat ini belum ada studi tentang spektrum dan frekuensi batuk akut, pengalaman klinis menunjukan bahwa penyebab paling umum dari batuk akut adalah infeksi saluran pernafasan atas seperti halnya flu, sinusitis bakterial akut, pertusis, eksaserbasi penyakit paru obstruksi kronis, rhinitis alergi dan rhinitis yang disebabkan oleh iritasi lingkungan. 

Infeksi virus pada saluran pernafasan atas merupakan penyebab terbanyak terjadinya batuk akut. Pada kondisi tanpa pengobatan, prevalensi batuk akut yang disebabkan oleh cuaca dingin sekitar 83% pada kurun waktu 48 jam pertama dan sekitar 26% pada hari ke 14. Batuk ini timbul akibat adanya stimulasi refleks batuk pada saluran pernafasan atas melalui tindakan postnasal drip atau bersihan tenggorokan atau kombinasi keduanya.

Batuk akut dapat dinyatakan disebabkan oleh flu biasa jika gejala batuk tersebut hadir bersama dengan gejala-gejala lain yang terkait terutama pada daerah hidung. Gejala lain tersebut diantaranya rhinorhea, hidung tersumbat, bersin dan postnasal drip, dengan atau tanpa demam, lakrimasi, dan iritasi tenggorokan. Pada kondisi ini, pemeriksaan dada menunjukan tidak adanya abnormalitas. Radiografi tidak diperlukan, umumnya radiografi menunjukan hasil yang normal.

Untuk mengobati batuk yang disebabkan oleh flu biasa, sebaiknya digunakan terapi yang telah terbukti efektif pada sebuah studi acak, double-blind, terkontrol plasebo yaitu dengan menggunakan agen deksbromfeniramin yang dikombinasikan dengan pseudoefedrin dan naproksen. Selain itu ipratropium intranasal juga akan membantu mengatasi rhinorhea dan bersin akibat flu, dan obat ini mungkin akan sangat membantu pada kondisi pasien yang tidak dapat memtolerir antihistamin generasi lama atau naproksen. Dan tidak ada bukti yang mendukung bahwa pemberian kortikosteroid intranasal atau sistemik atau tablet hisap zink memberikan efek menguntungkan pada kondisi ini. Selain itu pula pemberian antihistamin H1 nonsedasi semisal loratadin baik sebagai agen tunggal atau dikombinasikan dengan dekongestan telah terbukti tidak efektif untuk menangani batuk. 

Sedangkan pada kondisi batuk yang disebabkan oleh pelepasan histamin seperti yang terjadi pada rhinitis alergi, pemberian antihistamin H1 akan menguntungkan. Namun dalam kondisi alergi, menghindari alergen merupakan tindakan terapi yang terbaik.

Flu adalah rhinosinusitis virus yang secara klinis akan sulit membedakannya dengan sinusitis bakteri. Rhinosinusitis virus lebih umum, maka penggunaan antibiotik direkomendasikan hanya jika gejala gagal menunjukan perbaikan ketika diobati dengan antihistamin dan dekongestan dan jika seorang pasien tersebut memiliki sekurang-kurangnya 2 dari gejala berikut:
  1. Sakit gigi pada rahang bagian atas
  2. Sekret nasal yang purulen
  3. Temuan adanya abnormalitas pada transluminasi dari setiap sinus
  4. Perubahan warna hidung
Panduan terapi untuk batuk akut dapat dilakukan dengan mengikuti panduan berdasarkan penyebabnya sebagai berikut:
Flu; 
  • deksbromfeniramin 6 mg dan pseudoefedrin 120 mg, dua kali sehari selama 1 minggu, atau 
  • naproksen 500 mg sebagai loading dose kemudian 500 mg tiga kali sehari selama 5 hari, atau
  • ipratropium 0,06% intranasal 2-4 mikrogram perlubang hidung 3-4 kali sehari selama 4 hari
Rhinitis alergi;
  • Hindari alergen
  • Loratadin 10 mg sekali sehari
antihistamin H1 oral lainnya, kromolin nasal, kortikosteroid dan azelastin juga dapat membantu.

Sinusitis bakterial akut
Deksbromfeniramin 6 mg dan pseudoefedrin 120 mg, 2 kali sehari selama 2 minggu, oksimetazolin 2 semprotan 2 kali sehari selama 5 hari, dan antibiotik ditujukan untuk eradikasi Haemophylus influenzae dan Streptococcus pneumoniae.

Eksaserbasi Penyakit paru obstruksi kronis
  • Antibiotik ditujukan untuk eradikasi H. influenzae dan S. penumoniae selama 10 hari. 
  • Kortikosteroid sistemik diberikan selama periode 2 minggu. 
  • Berikan juga oksigen kontinue jika PaO2 <55 mm Hg atau SaO2 <88%. 
  • Ipratorium 2xhisap 18 mikrogram, ditambah albuterol 2xhisap 90 mikrogram, 4 kali sehari.
  • Hentikan kebiasaan merokok 
Pemilihan antibiotik tergantung pada banyak faktor. Penggunaan kortikosteroid dimulai dengan pemberian metilprednisolon 125 mg setiap 6 jam selama 72 jam kemudian diikuti prednisolon 60 mg/hari selama 4 hari, 40 mg/hari selama 4 hari dan 20 mg/hari selama 4 hari. Peresepan oksigen bertujuan untuk meningkatkan PaO2 hingga 60-80 mm Hg saat istirahat (SaO2 >90%), oksigen tambahan 1 liter/menit perlu diberikan saat olahraga atau tidur.

Infeksi Bordettela pertusis
Eritromisin 4x500 mg selama 14 hari, atau jika alergi maka dapat diberikan kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol 160 mg-800 mg, 2 kali sehari selama 14 hari.


Batuk Subakut


Untuk mendiagnosis penyebab batuk subakut sebaiknya didasarkan pada pendekatan klinis berdasarkan uji terapi empiris dan pengujian laboratorium terbatas. Jika batuk subakut tidak dihubungkan dengan infeksi saluran pernafasan, maka pasien sebaiknya diobservasi sebagaimana halnya pasien dengan kondisi batuk kronis. Untuk batuk yang dimulai dengan adanya infeksi saluran pernafasan atas dan telah berlangsung selama 3-8 minggu, kondisi penyebab yang paling umum adalah batuk pasca infeksi, sinusitis bakteri dan asma.

Batuk pasca infeksi didefinisikan sebagai batuk yang dimulai dari adanya infeksi saluran pernafasan bagian atas oleh pneumonia yang tidak kompleks (foto thoraks menunjukan hasil normal) yang pada akhirnya sembuh tanpa pengobatan. Batuk ini mungkin disebabkan oleh adanya drip postnasal atau bersihan tenggorokan karena rhinitis, trakheobronkhitis atau keduanya, dengan atau tanpa transient bronchial hyperresponsiveness

Sedangkan jika batuk yang dialami pasien disertai dengan mengi, ronki, atau gemericik pada saat pemeriksaan, maka harus dilakukan pemeriksaan rontgen dada. Jika hasil rontgen normal, maka pasien sebaiknya diterapi dengan bronkodilator dan kortikosteroid. Penggunaan antibiotik dapat direkomendasikan jika kemudian ditemukan adanya kemungkinan infeksi B. pertusis.

Panduan terapi batuk subakut adalah:
Batuk subakut akibat pasca infeksi
  • Deksbromfeniramin ditambah pseudoefedrin selama 1 minggu, atau ipratropium (0,06%) semprot hidung selama 1 minggu
  • Ipratropium 4x semprot 18 mikrogram 4 kali sehari selama 1-3 minggu
  • Kortikosteroid sistemik selama 2-3 minggu
  • Antitusiv sentral
Dosis awal kortikosteroid adalah 30-40 mg/hari (setara) selama 3 hari. Sedangkan untuk kondisi batuk yang berlaru-larut dan sangat merepotkan maka dapat direkomendasikan penggunaan dekstrometorfan dan kodein. 

Batuk akibat Infeksi B. pertussis
Eritromisin selama 14 hari, atau jika pasien alergi terhadap eritromisin maka dapat digunakan kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol (kotrimoksazol). 

Batuk subakut akibat sinusitis bakterial subakut
  • Deksbromfeniramin plus pseudoefedrin selama 3 hari
  • Oksimetazolin selama 5 hari
  • Antibiotik untuk eradikasi H. influenzae dan S. pneumoniae
Asma
  • Beklometason 4x semprot 42 mikrogram, 2 kali sehari
  • Albuterol 2x semprot 90 mikrogram, sesuai kebutuhan maksimum 4 kali sehari

Batuk Kronis


Batuk kronis, yaitu batuk yang berlangsung selama lebih dari 8 minggu dapat disebabkan oleh berbagai penyakit. Evaluasi sistematis sangat diperlukan untuk menilai kemungkinan penyebab yang paling umum dengan cara uji coba terapi secara empiris, serta uji coba terapi menghindari iritan dan obat-obatan tertentu yang dibarengi dengan pengujian laboratorium terfokus seperti radiografi dada dan pengujian metakolin yang kemudian diikuti dengan pengujian dan konsultasi pada spesialis.

Dalam berbagai studi diketahui bahwa batuk kronis dapat dihasilkan karena sindrom postnasal drip, sinusitis hidung, asma, enyakit gastroesophageal refluks, bronkhitis kronis yang disebabkan kebiasaan merokok atau iritan lainnya, atau penggunaan ACE inhibitor terjadi pada sekitar 95% pasien. Sedangkan pada sekitar 5% kasus lainnya, batuk kronis dapat disebabkan oleh karsinoma bronkogenik, karsinomatosis, sarkoidosis, kegagalan ventrikel kiri, dan disfungsi faring. 

Panduan terapi batuk kronis berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut:
Sindrom postnasal drip rhinitis nonalergik

  • Deksbromfeniramin plus pseudoefedrin selama 3 minggu, atau
  • Ipratropium (0,06%) semprot hidung selama 3 minggu
Dosis sama dengan pada terapi batk yang disebabkan oleh flu biasa. Perbaikan harus mulai terjadi pada hari ke 2-7 setelah dimulainya terapi. Inisiasi terapi dengan kortikosteroid hidung atau antagonis reseptor H1 generasi kedua mungkin hasilnya akan minim. 

Rhinitis Alergik
  • Menghindari alergen
  • Loratadin, 10 mg sekali sehari
Rhinitis vasomotor
  • Ipratropium 0,06% semprot hidung selama 3 minggu
Sinusitis bakterial kronis
  • Deksbromfeniramin plus pseudoefedrin selama 3 minggu
  • Oksimetazolin selama 5 hari
  • Antibiotik yang langsung ditujukan untuk eradikasi H. influenzae atau S. pneumoniae atau bakteri anaerob mulut
Asma
  • Beklometason inhaler
  • Albuterol inhaler jika perlu
Batuk diharapkan akan membaik dalam kurun waktu 1 minggu dan mungkin memerlukan waktu 6-8 minggu hingga pemulihan. Pemeliharaan jangka panjang dengan antiinflamasi mungkin juga diperlukan.

Penyakit gastroesophageal refluks
  • Modifikasi diet dan gaya hidup
  • Terapi penekanan asam
  • Terapi prokinetik
Terapi medis awal harus intensif meliputi: perubahan pola makan, pompa proton inhibitor, dan penggunaan agen prokinetik (misal metoklopramid). Terapi jangka panjang akan sangat diperlukan. Jika tidak ada perbaikan dalam 3 bulan, maka perlu diasumsikan bahwa kemungkinan kondisi tersebut tidak disebabkan oleh gastroesophageal refluks.

Bronkhitis kronis
  • Penghindaran iritan
  • Ipratropium, 2 kali semprot 18 mikrogram 4 kali sehari
Batuk akan menghilang pada sekitar 94-100% pasien yang melakukan penghentian kebiasaan merokok. Pada pasien yang tetap merokok, pemberian ipratropium akan membantu. 

Akibat penggunaan ACE inhibitor
  • Hentikan penggunaan ACE inhibitor
Pada batuk yang disebabkan penggunaan ACE inhibitor, batuk tidak berhubungan dengan dosis, penggantian obat lain dari kelas yang sama tidak akan membantu mengurangi gejala batuk. Dengan penghentian obat batuk akan membaik atau menghilang dalam kurun waktu kurang lebih 4 minggu. Sementara jika penggunaan ACE inhibitor terpaksa harus dilanjutkan, sulindak oral, indometasin, nifedipin, dan natrium kromolin akan mambantu. 

Bronkhitis eosinofilik
  • Budesonid inhaler, 400 mikrogram 2 kali sehari selama 14 hari



Sumber






.