Jumat, 01 Maret 2013

KONSEP BARU TENTANG TUBERCULOSIS (TB)



Persebaran kasus TB diseluruh Dunia
Wilayah dengan warna lebih pekat menunjukkan semakin besarnya kasus TB di wilayah tersebut

Tuberculosis (TB) hingga saat ini masih merupakan sebuah penyakit yang aktif menyebabkan kematian diberbagai belahan wilayah dunia. Secara umum persebaran penyakit ini berbanding terbalik dengan tingkat kemajuan ekonomi suatu negara. TB merupakan penyakit yang populer dinegara-negara miskin dan berkembang. Berbagai upaya perbaikan dalam hal diagnostik, intervensi pengobatan dan vaksinasi telah memberikan prospek yang lebih baik bagi penanggulangan TB.

Epidemiologi


Data pada tahun 2011, menunjukan bahwa terdapat 8,7 juta kasus baru TB aktif (13% diantaranya merupakan koinfeksi dengan human immunodeficiency virus (HIV)). 1,4 juta diantaranya berakhir dengan kematian, termasuk 430.000 kasus kematian yang diakibatkan oleh infeksi HIV. Angka tersebut menunjukan adanya penurunan dari puncak kasus yang terjadi pada pertengahan tahun 2010. Diperkirakan sekitar 310.000 kasus diantaranya mengalami resistensi, dimana organisme resisten terhadap rifampisin dan isoniazid. Lebih dari 60% kasus TB diseluruh dunia terdapat di Cina, India, Federasi Rusia, Pakistan dan Afrika Selatan. Hingga kini telah ada 84 negara yang melaporkan kasus resistensi terhadap obat TB. Wilayah Afrika Sub-Sahara merupakan wilayah dengan tingkat kasus TB aktif perkapita terbesar, terlebih wilayah tersebut merupakan daerah epidemik HIV. India dan Cina menjadi negara dengan beban penyakit TB terbesar secara global. Sedangkan di Amerika dan Eropa bagian barat, kasus TB umumnya terjadi pada komunitas penduduk imigran dari negara-negara endemik TB.

Patogenesis


Pasien dengan TB paru aktif merupakan sumber penyebar Mycobacterium tuberculosis. Pada lebih dari 90% orang yang terinfeksi M. tuberculosis akan mengalami infeksi laten tanpa gejala (asimptomatik). Penelitian terbaru menunjukan adanya kemungkinan upaya untuk mengeliminasi infeksi M.tuberculosis akut tersebut. Resiko timbulnya penyakit TB aktif diperkirakan sekitar 5% pada kurun waktu 18 bulan setelah infeksi awal, dan sekitar 5% kemungkinan dapat terjadi seumur hidup. Hinga kini diperkirakan sekitar 2 milyar orang diseluruh dunia telah terinfeksi laten dan sangat beresiko mengalami reinfeksi bila terjadi paparan yang berulang. TB aktif terjadi karena adanya peningkatan resiko dan paparan yang berulang. 

Strain M. tuberculosis yang resisten terhadap obat TB muncul akibat adanya mutasi kromosom spontan pada frekuensi rendah. Hal ini dapat terjadi karena adanya penyalahgunaan obat TB, misal pada kasus monoterapi atau penambahan agen tunggal pada rejimen yang telah gagal, sehingga menyebabkan munculnya mutan yang resisten (resistensi akuisisi). Penularan starin resisten pada orang lain dapat menyebabkan infeksi dan penyakit (resistensi primer). Wabah infeksi M.tuberculosis yang resisten telah didokumentasikan terutama didaerah-daerah dengan prevalensi infeksi HIV relatif tinggi. Kegagalan mendeteksi adanya resistensi obat ini dapat menyebabkan terjadinya peresepan obat yang tidak tepat, kegagalan terapi, peningkatan angka kematian dan penularan lebih lanjut strain bakteri yang telah resisten.

Presentasi Klinis


Presentasi klinis yang klasik dari TB paru diantaranya:
  • Batuk kronis
  • Produksi sputum yang banyak
  • Penurunan nafsu makan
  • Penurunan berat badan
  • Demam
  • Berkeringat pada malam hari
  • Hemoptisis
TB ekstra paru (di luar bagian paru) terjadi pada sekitar 10-42% pasien, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi berikut:
  • Ras atau latar belakang etnis
  • Usia
  • Ada tidaknya penyakit yang mendasari
  • Genotip dari strain M. tuberculosis
  • Kondisi imunitas/kekebalan seseorang
TB ekstra paru dapat mempengaruhi semua organ dalam tubuh, memberikan manivestasi klinis yang bervariasi dan protean, dan karenanya dibutuhkan pemeriksaan klinis indeks tinggi.

Adanya koinfeksi HIV memberikan tantangan khusus dalam hal manajemen klinis pada pasien dengan TB aktif. Resiko TB aktif meningkat segera setelah terjadinya infeksi HIV, dan manivestasi klinis pada stadium ini mirip dengan pasien yang negatif infeksi HIV. Pada pemeriksaan jumlah CD4 kurang dari 200 permililiter kubik, presentasi TB dapat menjdi atipikal, infiltrat halus, efusi pleura, hilus limfodenopati. Pada kondisi dimana jumlah CD4 kurang dari 75 per mililiter kubik, TB diseminata, manivestasi klinis tidak spesifik, penyakit demam kronis dan melibatkan sejumlah organ termasuk juga mikobakteremia, dengan resiko kematian dini yang cukup tinggi.

TB subklinis, asimptomatis dengan BTA dan radiografi negatif, sedangkan hasil kultur positif, merupakan presentasi umum dari TB terkaih HIV yang terjadi pada sekitar 10% pasien didaerah dengan endemik TB. sSekitar 25% pasien HIV juga terinfeksi TB, maka skrining TB pada pasien yang terinfeksi HIV harus dilakukan. Adanya salah satu dari empat gejala (batuk, demam, berkeringat pada malam hari, dan penurunan berat badan) memberikan keakuratan sekitar 80% pasien terdiagnosis TB. Skrining proaktif TB sangat dianjurkan dilaksanakan didaerah dengan endemik TB, terutama pada pasien TB subklinia yang terinfeksi HIV atau dengan penyakit tak menular seperti diabetes melitus dan penyakit paru yang berhubungan dengan penggunaan tembakau (rokok).

Diagnosis


TB Laten
Skrining dan pengobatan TB laten diindikasikan untuk kelompok dimana prevalensi TB laten tinggi (misal bayi yang lahir dari suatu wilayah yang merupakan endemik TB), pasien beresiko tinggi mengalami reaktivasi penyakit (misal pada pasien yang terinfeksi HIV, menderita diabetes melitus, sedang menjalani terapi imunosupresif) atau pasien dengan kedua faktor tersebut (misal kontak baru dengan pasien TB). TB laten dapat didiagnosis dengan baik dengan menggunakan tes kulit tuberkulin atau melalui pengukuran pelepasan gamma-interferon. 

TB Aktif
Pemeriksaan mikroskopik dan biakan sputum (dahak) dalam medium cair merupakan metode standar dalam penentuan diagnosa TB aktif. Pemeriksaan kultur dengan media padat lebih menghemat biaya karenanya banyak digunakan dinegara-negara miskin. Interferon-gamma release assays dan tes kulit tuberkulin tidak memiliki peran dalam diagnosis ini. Pemeriksaan asam nukleat, pencitraan dan hispatologi dari biopsi akan melengkapi evaluasi ini. Pada kondisi dengan prevalensi tinggi infeksi TB dan HIV, diperkirakan 30% diantaranya terinfeksi TB, dan lebih dari 90% darinya meruapan pasien TB dengan resistensi obat TB yang tak terdiagnosa dengan baik.

Xpert MTB/RIF assay merupakan metode molekular baru yang dapat mendeteksi adanya M. tuberculosis kompleks dalam waktu 2 jam, dengan ketelitian yang jauh lebih tinggi dibanding pemeriksaan mikroskopik. 

TB Resisten Obat
Standar pengujian untuk TB resisten obat adalah dengan sistem kultur cair otomatis yang memerlukan waktu 4-13 hari untuk mendapatkan hasil. Xpert MTB/RIF assay dapat mendeteksi adanya resistensi rifampisin dalam waktu 2 jam. 

Terapi

TB Aktif

Pasien Baru Terdiagnosis TB Aktif tanpa Resistensi
Terapi : isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol selama 2 bulan (fase intensif), diikuti dengan isoniazid dan rifampisin selama 4 bulan (fase lanjutan). Suplemen piridoksin direkomendasikan untuk mencagah efek neuropati akibat induksi isoniazid.

Pasien TB Aktif dengan Resistensi
Terapi : 4 obat anti-TB lini kedua (serta pirazinamid) termasuk agen florokuinolon, sebuah agen parenteral, etionamid atau protionamid, dan sikloserin atau asam para-aminosalisilat jika sikloserin tidak dapat digunakan. Terapi inisiasi didasarkan pada pola penyakit lokal, kemudian generasi florokuinolon (moksifloksasin atau levofloksasin)

TB Laten

  • Isoniazid 300 mg/hari selama 6-9 bulan. Sebaiknya terapi ini dilakukan selama 9 bulan atau lebih pada orang yang terinfeksi HIV. 
  • Isoniazid 900 mg dan rifapentin 900 mg perminggu selama 3 bulan (terapi diamati secara langsung)
  • Rifampisin 600 mg/hari selama 4 bulan, efektif pada pasien dengan silikosis.
  • Isoniazid 300 mg dan rifampisin 600 mg per hari selama 3 bulan
  • Isoniazid 900 mg dan rifampisin 600 mg 2 kali seminggu selama 3 bulan.